Liputan6.com, Jakarta Baduy merupakan sub-etnis Sunda yang hidup berdampingan dengan alam di Pegunungan Kendeng, Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Banten. Memilih hidup berdampingan dan bergantung pada alam menjadikan suku Baduy terisolasi dari kehidupan moderen. Bahkan masyarakat suku Baduy tidak mengirimkan anak-anaknya ke sekolah untuk belajar layaknya masyarakat pada umumnya.
Suku Baduy terbagi menjadi dua golongan, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Perbedaan mendasar antara keduanya terletak pada tata cara menjalankan Pikukuh atau aturan adat. Baduy Dalam masih memegang teguh Pikukuh dan menjalankannya dengan baik, sedangkan Baduy Luar sudah terpengaruh pola hidup masyarakat moderen.
Advertisement
Berbeda dengan masyarakat Baduy Luar, ketatnya aturan adat pada masyarakat Baduy Dalam memaksa mereka agar tidak terkontaminasi budaya luar. Hal inilah yang melatarbelakangi mengapa aturan adat masyarakat Baduy Dalam melarang penggunaan barang-barang elektronik. Namun demikian, secara umum masyarakat suku Baduy masih memilih hidup tanpa listrik, tanpa alas kaki, dan tetap berjalan kaki.
Mata pencaharian utama masyarakat suku Baduy adalah bertani dan berladang. Uniknya sistem pertanian Baduy tidak mengenal alat penggarap sawah, baik yang menggunakan mesin maupun yang menggunakan kerbau. Penggunaan mesin memang tidak diperbolehkan, sementara aturan adat melarang masyarakat suku Baduy memelihara hewan berkaki empat.
Untuk menjaga kelestarian alam, masyarakat suku Baduy membangun rumah dengan menggunakan pondasi dari batu kali. Hal itupun dilakukan tanpa menggali tanah. Tak heran jika kontur tanah di pemukiman suku Baduy masih bergelombang, alami, dan tidak longsor. Bahkan demi cita-cita melestarikan dan hidup berdampingan dengan alam, ketua adat suku Baduy yang disebut dengan Pu’un melarang jual beli tanah milik adat.
Simak video drone Baduy di program liputan6.com di Langit Indonesia, Jumat (29/5/2015): (AhmadIbo/Igw)