Tak Ada 3 Syarat Ini, PPP dan Golkar Gagal Ikut Pilkada Serentak?

Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menyatakan, bagi parpol yang masih berkonflik internal harus tetap mematuhi aturan KPU.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 28 Mei 2015, 22:01 WIB
Ketua Umum PPP Rommahurmuziy (kiri) dan Ketua Umum Partai Golkar Agung Laksono berdampingan di Jakarta, Jum'at (13/3/2015). Agung Laksono menegaskan safari politiknya untuk memberikan dukungan pada pemerintahan saat ini. (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar hingga kini masih mengalami dualisme kepemimpinan. Surat Keputusan (SK) Menkumham Yasonna H Laoly atas pengesahan PPP kubu Romahurmuziy dan Golkar kubu Agung Laksono,‎ pun masih disengketakan di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN).

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman mengatakan, ada 3 syarat partai politik dapat menjadi peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang digelar pada 9 Desember 2015 mendatang.

"Pertama harus ada SK Menkumham, tapi kalau SK Menkumham itu statusnya sedang disengketakan tidak bisa," kata Arief di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (28/5/2015).

Kedua, kata Arief, parpol harus memiliki keputusan inkrah atau bersifat final dan meng‎ikat dari pengadilan. "Jika itu tidak ada juga ya tidak bisa menurut undang-undang," tambah dia.

Lalu ketiga‎, lanjut Arief, parpol yang sedang bersengketa harus melakukan islah yang disahkan SK Menkumham.

"Opsi ketiga harus islah, jadi tidak ada jalan lain kalau parpolnya masih bersengketa, sedangkan Pilkada sudah semakin dekat ya harus islah dan didaftarkan ke Menkumham, lalu suratnya diserahkan ke kami. 3 Syarat itu menjadi landasan kami," tegas Arief.

Arief menegaskan, aturan tersebut tertuang dalam‎ Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

Komisioner KPU lainnya, Juri Ardiantor menambahkan, KPU menerima calon peserta Pilkada serentak harus tegas menegakkan undang-undang.‎ Meskipun, akan ada salah satu pihak yang merasa tidak puas dengan PKPU tersebut. "Kan KPU harus konsisten dengan peraturannya yang dibuat."

"Dalam PKPU sudah jelas kan, islah itu satu pilihan yang bisa diambil oleh parpol bersengketa untuk mengusungkan pasangan calon Pilkada. Tetapi islah pun harus dalam rangka menentukan satu kepengurusan yang sah, yang berhak mengajukan dan merekomendasikan pasangan calon," papar Juri di tempat yang sama.

Juri menjelaskan, pengertian islah yah sah adalah final dan mengikat. Yakni tanpa ada gugatan dari pihak lainnya yang diakui Menkumham.

"SK Kemenkumham yang terbit dengan proses islah, maka dengan otomatis menghapuskan atau mencabut SK Menkumham yang ada di pengadilan atau yang sudah dikeluarkan Menkumham sebelumnya," jelas Juri.

Lalu, apakah PPP dan Golkar bisa menjadi peserta Pilkada serentak, sementara kedua parpol ini masih bersengketa dan belum islah secara permanen? Meningngat pendaftaran bagi calon peserta Pilkada gelombang pertama akan dibuka 26-28 Juli 2015‎.

"Tunggu saja mereka bisa islah atau tidak sampai 26 Juli, jangan berandai-andai," tandas Arief.

Patuh Aturan

KPU sebagai penyelenggara Pilkada serentak, mengimbau seluruh parpol yang lolos ke Senayan, agar mematuhi aturan yang tertulis dalam UU Pemilu atau PKPU. Sebab PPP dan Golkar hingga kini masih berkonflik.

"Bagi KPU kan sudah jelas, kepengurusan hanya satu. Harus ada 3 syarat itu tadi. Ya ‎patuh dengan aturan yang telah dibuat dong," kata Arief.

Senada dengan Arief, Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay menyatakan, bagi parpol yang masih berkonflik internal harus tetap mematuhi aturan KPU, yang mengatur syarat menjadi peserta Pilkada.

"Ya diikuti saja peraturan KPU. Adalah pengurus yang memang terdaftar di Menkumham dan tidak disengketakan," tegas Hadar.

Jika pun akhirnya PPP dan Golkar bisa islah, Hadar menuturkan, harus tetap didaftarkan ke Menkumham untuk mendapat surat pengesahan, setelah itu didaftarkan ke KPU.

"Tetap islah, itu kepengurusannya didaftarkan dulu, kalau itu kan berubah dari SK dia (sebelumnya). Jadi ini hasil islah sesuai peraturan perundangan yang diakui, ya inilah misal pengurus yang kami sepakati jadi, ya harus didaftarkan ke Menkumham. SK Menkumham itulah yang menjadi pegangan kami menerima pencalonan," papar dia.

Hadar juga mengimbau, agar parpol yang masih berkonflik tersebut segera melakukan yang terbaik, agar bisa mengikuti Pilkada serentak. Sebab jika tidak‎, bukan hanya di tingkat pusat saja parpol yang bersangkutan dirugikan.

"Mugkin yang perlu diantisipasi perubahan di atas (DPP), ini kan juga harus memayungi pengurus-pengurus di bawahnya. Jadi jangan sampai melakukan perubahan, kemudian pengurus-pengurus di bawah ini menjadi tidak clear. Oleh karena itu manfaatkan waktu yang tersisa ini," imbau Hadar. (Rmn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya