Liputan6.com, Sanggau - Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kalimantan Barat bekerja sama dengan Tim Direktorat Penagihan Kantor Pusat DJP, Kepolisian Republik Indonesia dan Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM pada Kamis, 28 Mei 2015, kembali menyandera (gijzeling) satu lagi penunggak pajak asal Sanggau, Kalimantan Barat, yaitu WH.
Dilansir dari keterangan tertulis DJP, Jumat (29/5/2015), WH yang berusia 32 tahun ini adalah penanggung pajak PT RSL terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Sanggau, Kalimantan Barat, menunggak pajak sekitar Rp 540 juta dan saat ini disandera di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Pontianak.
Penyanderaan penanggung pajak PT RSL berdasarkan surat izin penyanderaan Menteri Keuangan Nomor SR-1641/MK/03/2015 tanggal 25 Mei 2015. Proses pengamatan terhadap WH berlangsung di Sanggau, namun proses penyanderaan WH berlangsung di kota Pontianak dikarenakan yang bersangkutan sedang berada di Pontianak.
Advertisement
Sesuai Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 tahun 2000 Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang mempunyai utang pajak sekurang-kurangnya Rp 100 juta dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
Penyanderaan dilakukan paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang untuk selama-lamanya enam bulan serta dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan yang diterbitkan oleh Kepala KPP setelah mendapat izin tertulis dari menteri keuangan atau gubernur.
Penyanderaan penanggung pajak mencakup orang pribadi atau badan. Untuk badan dikenakan atas mereka yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib pajak menurut UU Perpajakan.
Termasuk dalam pengertian wakil bagi wajib pajak badan adalah pengurus, komisaris dan pemegang saham sesuai ketentuan dalam Pasal 32 UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
Penanggung pajak yang disandera dapat dilepaskan apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak telah dibayar lunas, jangka waktu yang ditetapkan dalam Surat Perintah Penyanderaan telah terpenuhi, berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau berdasarkan pertimbangan tertentu menteri keuangan/gubernur.
Pada prinsipnya penagihan pajak dilakukan dengan memperhatikan itikad baik Wajib Pajak dalam melunasi utang pajaknya. Semakin baik dan nyata itikad Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya maka tindakan penagihan pajak secara aktif (hard collection) dengan pencegahan ataupun penyanderaan tentu dapat dihindari oleh wajib pajak.
Komunikasi dengan KPP dalam rangka menyelesaikan utang pajaknya merupakan langkah awal Wajib Pajak untuk bersikap kooperatif. (Fik/Ndw)