Liputan6.com, Jakarta - Perum Bulog melaporkan pembelian gabah dan beras dari dalam negeri hanya mencapai 1,2 juta ton sampai 31 Mei 2015. Angka tersebut lebih rendah 300 ribu ton dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Sampai posisi tadi malam, pembelian gabah beras dalam negeri selisihnya 300 ribu dari tahun lalu," kata
Direktur Perum Bulog Lely Pelitasari dalam sebuah diskusi di Cikini, Jakarta, Senin (1/6/2015).
Dia mengungkapkan, penyerapan gabah dan beras yang lebih rendah karena Bulog harus menunggu penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2015 tentang harga pembelian pemerintah (HPP).
Adapun penyaluran beras miskin sampai 31 Mei 2015 mencapai 1.040.000 ton atau 90 persen dari target. Dari total penyaluran ini, diakui masih ada wilayah yang belum mendapat jatah sampai akhir Mei 2015, karena beberapa kendala. Namun dia tak menyebutkan kendala-kendala tersebut.
Advertisement
"Penyaluran raskin 90 persen 1.040.000, ada daerah yang belum dapat karena ada beberapa kendala," pungkasnya.
Direktur Indef Enny Sri Hartati sebelumnya menilai posisi Perum Bulog sangat dilematis. Itu karena harga HPP yang ditetapkan saat ini sulit untuk bisa menyerap secara maksimal gabah dan beras petani.
Itu mengigat harga beras di pasaran cukup tinggi. Namun untuk impor juga tidak memungkinkan, karena impor dilakukan ketika kondisi di lapangan tidak memenuhi.
"Kalau Bulog impor melanggar Undang-undang (UU) Pangan, tapi jika dengan harga eceran tertinggi (HET) sekarang tidak mampu, itu dilematis," kata dia.
Maka dari itu, pihaknya menuturkan transformasi kelembagaan diperlukan supaya penyerapan lebih maksimal. Enny mengatakan, seyogyanya peran Bulog menjadi pengatur harga pangan. Jadi, Bulog bisa melakukan pembelian beras lebih besar.
"Bulog yang penting menguasai stok berapapun harganya yang penting dapat stok, dan ada transaparansi. Nggak harus impor," katanya.
Namun, selama ini fungsi Bulog sebagai operator pembelian menjadi kendala penyerapan beras. Pasalnya, sebagai perusahaan pelat merah Bulog tidak diperbolehkan mencetak rugi.
"Ketika Bulog hanya orientasi keuntungan tidak lagi punya pretensi melakukan perlindungan, yang dilakukan tugas penyerapan beras stok," katanya.(Pew/Nrm)