Liputan6.com, Jakarta - Sikap fraksi-fraksi di DPR belum bulat untuk merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Alasannya, UU tersebut belum pernah digunakan sejak disahkan awal 2015.
Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menilai revisi UU bukanlah hal yang tabu dan berlebihan untuk dilakukan. Terlebih jika ada kondisi yang mendesak untuk mengubah UU itu.
"Revisi bukan hal yang tabu dan berlebihan, meski juga tidak selalu kemudian apa-apa direvisi. Untuk itu, apakah diregulasi pilkada perlu ada perbaikan? Kalau perlu, maka tidak masalah direvisi, jadi jangan diributkan dan dikhawatirkan soal revisi UU ini," kata Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini di ruang Fraksi PKS, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (3/6/2015).
Menurut dia, UU Pilkada masih menyisakan masalah, yaitu mengenai anggaran dan legalitas partai yang berkonflik.
"Pilkada ini intinya adalah demokrasi yang dari, oleh, dan untuk rakyat. Jadi tidak boleh ada kekuatan rakyat yang tercecer. Ini harus ada solusi exit agar tidak ada politik yang tercecer. Dalam UU sekarang dana Pilkada ditanggung seluruhnya sama pemerintah daerah lewat APBD dan itu dipermasalahkan sama kepala daerah," papar dia.
Anggota Komisi II DPR itu menegaskan posisi Fraksi PKS tidak dalam mendukung ataupun menolak usulan revisi UU Pilkada.
"Fraksi PKS melihat objektif saja, mana yang perlu direvisi dan yang sudah baik untuk tidak dilakukan revisi," tandas Jazuli.
27 Anggota Komisi II DPR menyerahkan usulan revisi UU Pilkada kepada pimpinan DPR. Revisi undang-undang ini disampaikan secara perorangan karena tidak mendapat dukungan dari seluruh perwakilan fraksi di Komisi II DPR.
Mereka yang menandatangani usulan ini berasal dari fraksi parpol yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, yakni Fraksi Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Selain itu ada Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz, anggota yang berasal dari Fraksi Partai Demokrat sebagai penyeimbang juga ikut mengusulkan. (Bob/Sss)
Advertisement