Liputan6.com, Jakarta Pertama adalah tentang batiknya itu sendiri. Jika disebut koleksi ini kaya warna, maka kaya di sini juga berarti tentang jenis-jenis komposisinya. Ada yang merupakan perpaduan lembut biru-putih, sebagian lain berlatar gelap, lainnya berada di atas warna dasar pastel, dan yang intens berwarna-warni. Sebelum lebih lanjut membahas koleksi yang ditampilkan, satu hal menarik perlu disampaikan di awal.
“Rasanya rekan-rekan sudah tak sabar untuk melihat fashion show ini,” demikian ucap pemandu konferensi pers sebelum peragaan busana dimulai. Kalimat itu lazim disampaikan dan lazim pula hanya sepintas masuk-keluar kuping. Tapi kali itu berbeda. Rujukan pada nama desainer dan karya-karya yang telah dihasilkannya berhasil memberi nyawa pada ucapan tersebut. Bagaimana seorang Didi Budiardjo akan mengolah batik Pekalongan?
Advertisement
Long-sleeve dress beraksen cape pendek, membawa motif batik yang ada padanya berlayar ke Eropa menembus masa masa lampau. Klasikalitas yang kental menjadi satu bagian dari keragaman nuansa koleksi busana yang diciptakan oleh Didi untuk Jakarta Fashion & Food Festival 2015. Sama seperti beragamnya spektrum motif batik Pekalongan sebagai hasil interaksi budaya Nusantara – melalui pesisirnya – dengan negara-negara lain, seperti Belanda, Tiongkok, Jepang, dan Arab.
Dijelaskan oleh oleh Dwi Ari Putranto, Sekretaris Daerah Kota Pekalongan, pada konferensi pers, Kamis 28 Mei 2015 di Hotel Harris Kelapa Gading, bahwa batik sudah hadir sejak tahun 1800an di kota yang kini menjadi bagian dari UNESCO Creative Cities Network untuk kategori Crafts and Folk Arts. Dengan sebanyak 630 UKM batik yang masing-masing mempekerjakan 10-15 karyawan, sekitar 9.000 orang di Pekalongan hidup dari batik.
Universitas Pekalongan dengan Fakultas Batik dan Politeknik Batik Pusmanu sebagai institusi pendidikan khusus perbatikan menjadi satu penanda tersendiri tentang bagaimana Pekalongan menerjemahkan julukan diri sebagai Kota Batik. Lalu, apa yang dipersembahkan oleh Didi, desainer lulusan Atelier Fleuri Delaporte Paris, untuk produk budaya yang masuk daftar Intangible Cultural Heritage UNESCO melalui batik Pekalongan?
Secara oral maupun literal, jawaban dari Didi adalah `Uri-uri`, bahasa Jawa berarti `Merawat untuk melestarikan`, yang ia pakai sebagai judul koleksinya dengan isi 43 set busana –melampaui target jumlah 30 looks yang ditentukan oleh pihak penyelenggara dan dibuat hanya dalam waktu 3 bulan. Apa sesungguhnya makna kata Uri-uri di kamus seorang desainer yang telah mengarungi dunia fesyen Indonesia selama 25 tahun, itulah yang perlu dicerna dari bahasa desainnya.
Tank dress berukuran di atas mata kaki dengan motif bunga gaya oriental beraksen 2 saku hadir dengan campuran sequins warna-warni cantik di area dada. Outerwear motif floral dengan bagian bawahnya adalah black feathers berpadu dengan kemeja putih dan rok batik. Sebagaimana 2 rancangan itu, bawahan batik jlamprang dipadu cropped-outerwear biru gelap metalik semburat ungu berbicara lantang tentang kecanggihan pemahaman sang desainer atas apa yang disebut dengan Uri-uri.
Nguri-nguri batik ala Didi tidak mengekang atau menjadikan batik diam tak berkembang sebagai artefak, melainkan secara progresif dan liberatif memperkaya cara batik diolah, dan sebagai efeknya adalah memperluas cara batik dipahami. Esensi interaksi kebudayaan yang terdapat dalam batik Pekalongan dimanifestasikan secara aksentuatif oleh Didi dalam rancangan-rancangan high-design yang melibatkan nuansa budaya negri-negri lain, termasuk cita rasa fesyen Paris yang bisa ditemukan pada 3 looks di bahasan sebelumnya.
Eksplorasi kreativitas yang dilakukan oleh Didi di Uri-uri adalah apa yang disuguhkannya sebagai resort collection untuk masa plesir Anda. Meski berpotongan sederhana, komposisi desainnya kaya dan punya fashion statement yang sangat kuat. Long-coat corak bunga merah berkerah tinggi melapisi dress batik biru ataupun sleeve-less outerwear batik dengan siluet trapesium bukan hanya akan membuat Anda tampak sartorial di mata masyarakat fesyen dunia saat melancong ke mancanegara, tapi juga merupakan sarana mode yang menyuarakan secara kuat tentang bagaimana batik perlu dimengerti oleh warga internasional.
Sudah sampai dimanakah Anda dengan kapal pesiar? Saint-Tropez? Kenakan pakaian terbaik Anda untuk menyambut mentari dan cakrawala laut-langit. Dan itu adalah break-trough piece ciptaan Didi Budiardjo. Batik pekalongan yang merupa dalam beachwear bertali satu dengan buntutnya yang menyapu Bumi. Mengagumkan! (bio/igw)