Harga Minyak Jungkir Balik Jelang Pertemuan OPEC

Analis Rich Ross mengatakan, harga minyak juga dapat mengalami lompatan atau tekanan tiba-tiba menjelang pertemuan OPEC akhir pekan ini.

oleh Siska Amelie F Deil diperbarui 04 Jun 2015, 12:03 WIB
Ilustrasi Tambang Minyak 4 (Liputan6.com/M.Iqbal)

Liputan6.com, New York - Setelah mengalami kemerosotan parah hingga menyentuh harga US$ 45 per barel, sejak awal tahun ini, harga minyak mulai naik dan bergerak stabil di kisaran US$ 60 per barel. Head of Technical Analysis di Evercore ISI, Rich Ross mengatakan, harga minyak juga dapat mengalami lompatan atau tekanan tiba-tiba menjelang pertemuan OPEC akhir pekan ini.

Pertemuan OPEC kali ini bertujuan menentukan pasokan dan produksi selama enam bulan ke depan. Meski banyak analis memprediksi tak akan ada yang berubah dari keputusan OPEC.

"Minyak tampak rentan berfluktuasi dengan mudah menjelang pertemuan inti OPEC pada Jumat pekan ini. Dengan kemungkinan pergerakan 10 persen ke arah positif atau negatif, harga minyak lebih mungkin bergerak US$ 6 per barel ke harga US$ 54 per barel atau US$ 65 per barel," papar Ross seperti dilansir dari laman CNBC, Kamis (4/6/2015).

Meski begitu, dia yakin, jika harga minyak mampu melampaui level kuncinya US$ 60 per barel, maka tren harga minyak di waktu dekat akan bergerak positif. Dia menjelaskan, selama sebulan terakhir, harga minyak terus bertahan di kisaran US$ 57 sebagai level terendahnya dan US$ 61 sebagai level tertingginya.

Namun diakui Ross, secara teknis, harga minyak dunia masih rentan dapat dapat kembali terperosok.

"Apapun yang terjadi akhir pekan ini setelah pertemuan OPEC, tren besar harga minyak dunia masih akan tetap rendah," kata Ross 

Menurut dia, pasar keuangan juga telah mempersiapkan diri menghadapi potensi kenaikkan ataupun penurunan harga setelah hasil pertemuan OPEC diumumkan. Pada pertengahan April, Ross dengan tepat memprediksi adanya penguatan harga minyak ke kisaran US$ 60 per barel.

Hingga perdagangan Rabu pekan ini, harga minyak telah turun lebih dari dua persen ke bawah US$ 60 per barel lantaran pelemahan nilai tukar dolar. (Sis/Ndw)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya