4 Kejadian Hidup yang Bisa Picu Perceraian

Beberapa perubahan dalam hidup yang ternyata mampu mempengaruhi seseorang atau keduanya untuk menghakhiri hubungan alias bercerai.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 04 Jun 2015, 19:30 WIB
Ilustrasi perceraian. Foto Ilustrasi (Emirates247)

Liputan6.com, New York- Pada umumnya, setiap orang yang menikah mendambakan bisa hidup bersama pasangan hingga akhir hayat. Namun ada beberapa perubahan dalam hidup yang ternyata mampu mempengaruhi seseorang atau keduanya untuk menghakhiri hubungan alias bercerai.

Konselor pernikahan dan psikolog di Beth Medical Center di New York City, Elizabeth Ochoa, PhD menjelaskan bahwa ada beberapa kejadian hidup yan bisa mengarah perceraian seperti dilansir Health, Kamis (4/6/2015).

1. Sakit
Dinamika hubungan bisa berubah ketika istri maupun suami sakit serius atau kronis. "Sakit menciptakan rasa sakit, perasaan berhutang dan kehilangan percaya diri," terang Ochoa.

Lalu, sebuah studi dari Iowa State University menemukan tingkat perceraian enam persen lebih tinggi terjadi pada pasangan yang istrinya sakti kanker, serangan jantung, paru-paru. Namun, ketika suami yang sakit, tidak berdampak pada perkawinan.

Menanggapi hal tesebut, Ochoa berpendapat bahwa mungkin sulit bagi pria untuk mengambil peran jika istri tidak melakukan tanggung jawabnya karena sakit.


Ganti pasangan

2. Ganti Pekerjaaan
Ketika suami tak lagi memiliki pekerjaan alias pengangguran, mereka cenderung meninggalkan istri maupun ditinggalkan oleh istri seperti hasil penelitian Ohie State University tahun 2011. Tak memiliki pekerjaan membuat stres tentang uang, kemanan, tanggung jawab yang dapat meluas ketidakpuasan pada perkawinan.

Tapi tidak sekedar kehilangan pekerjaan yang bisa mengarahkan pada ketidakbahagiaan antara pasangan. Seperti kondisi pekerjaan yang menguras waktu, jadwal bekerja pasangan, tanggung jawab pekerjaan baru.

Penting bagi pasangan agar pintar mengatur waktu dan memprioritaskan pernikahan seperti diungkapkan Ochoa.


Kehadiran anak

3. Kehadiran anak
Perbedaan keinginan untuk memiliki pasangan atau tidak pada pasangan bisa memicu perceraian. Lalu bila anak sudah hadir, muncul realita bahwa merawat bayi yang baru lahir serta membesarkan anak terkadang membuat perbedaan tersebut jadi tak bisa didamaikan.

Dalam Journal of Family Psychology, sekitar 67 persen pasangan mengalami penurunan kepuasan akan pernikahan setelah bayi lahir.

4. Hidup terpisah
Pasangan yang memutuskan untuk sementara hidup terpisah karena berbagai alasan seperti pekerjaan atau kewajiban, tidak semua merasakan menjadi masalah. Namun, bagi sebagian pasangan, ini bisa menjadi masalah besar.

"Setiap orang memiliki berbagai tingkat kenyamanan dengan kedekatan dan jarak satu sama lain," kata Ochoa.

"Jika kedua orang merasa nyaman dengan hidup terpisah, dapat bekerja dengan baik tetapi jika ada tidak misalnya muncul berbagai kekhawatiran hidup terpisah menimbulkan ketegangan hubungan," tambahnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya