Pengusaha Tuna Mengeluh Sulit Cari ABK

Kesulitan mencari ABK disebabkan masyarakat tidak menjadikan ABK sebagai pekerjaan tetap.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 04 Jun 2015, 17:07 WIB
Nelayan

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha tuna yang tergabung dalam Asosiasi Tuna Long Line Indonesia (ATLI) mengeluhkan kurangnya Anak Buah Kapal (ABK) untuk berlayar mencari tuna. Sekretaris Jenderal ATLI, Dwi Agus mengatakan, anggota asosiasi sangat sulit untuk mendapatkan ABK dari Indonesia. Salah satu alasannya karena banyak ABK asal Indonesia yang bergabung di kapal asing.

"Mencari ABK sangat sulit sekarang. Jadi kalau ada ABK kapal tangkap yang bekerja di luar negeri silahkan pulang," kata Agus, di Kantor Kementerian Kelautan Perikanan, Jakarta, Kamis (4/6/2015).

Menurut Agus, sektor kelautan merupakan sektor padat karya. Menurutnya, penyerapan tenaga kerja sektor kelautan berada di peringkat kedua terbesar di Indonesia. Ada di bawah penyerapan kerja buruh pabrik.

Ia pun memberikan contoh, di Bali saat ini telah terdaftar 17.905 orang yang bekerja sebagai ABK. "Meskipun sudah cukup banyak tetapi kami masih kekurangan. Kami masih mencari ABK," ungkap Agus.

Agus melanjutkan, kesulitan mencari ABK disebabkan masyarakat tidak menjadikan ABK sebagai pekerjaan tetap. ABK hanya menjadi pekerjaan sambilan. "Kami lihat ABK kurang karena kebanyakan bekerja paruh waktu. Sebagian besar adalah buruh bangunan," tuturnya.

Pelaksana Harian Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan Perikanan, Narmoko menambahkan, industri perikanan dalam negeri diharapkan bisa menyerap tenaga kerja untuk para pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja yang diakibatkan oleh kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian.

"Karyawan yang tidak bisa bekerja akibat kebijakan dari kementerian, kami dorong masuk ke industri perikanan dalam negeri. Industri tersebut bisa menyerap dengan baik tenaga kerja itu," jelasnya.

Untuk diketahui, peran produksi tuna di Indonesia semakin strategis terutama untuk menopang perekonomian bangsa. Dalam lima tahun terakhir Indonesia menjadi pemasok kedua terbesar di dunia atau sekitar 16 persen tuna di dunia berasal dari Indonesia.

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Dirjen P2HP) Kementerian Kelautan dan Perikanan, Saut P Hutagalung menjelaskan, data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa dari total ekspor kuartal I 2015, tuna menjadi komoditas paling banyak menyumbag ekspor perikanan Indonesia setelah udang, yakni sebesar US$ 89,41 juta.

Ia melanjutkan, tuna menjadi salah satu sumber makanan penting di dunia yang menyediakan protein tinggi bagi masyarakat. karena faktor manfaat kesehatannya sebagai sumber protein itulah permintaan tuna di dunia meningkat.

"Permintaan yang meningkat akan menjadi sumber tuna yang bertanggung jawab, industri perikanan tuna dihadapkan kepada tantangan besar di masa depan," Kata Saut.

Pemerintah terutama Kementerian Kelautan dan Perikanan terus berupaya meningkatkan produksi tuna secara berkelanjutan dengan menerbitkan moratorium perizinan kapal eks asing yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) Kelautan dan Perikanan (KP) Nomor 56 Tahun 2014 dan pelarangan alat tangkap merusak yang tertuang dalam  Permen KP Nomor 2 Tahun 2015. (Pew/Gdn)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya