Australia Tuding ISIS Gunakan Senjata Kimia

Kelompok ISIS juga disebutnya tengah merekrut teknisi yang sangat terlatih dalam upaya serius untuk mengembangkan senjata kimia.

oleh Rinaldo diperbarui 06 Jun 2015, 19:49 WIB
Menlu Australia Julie Bishop (kanan) dan Perdana Menteri Tony Abbott (kiri). (ABC News)

Liputan6.com, Perth - Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop memperingatkan dunia tentang upaya kelompok militan ISIS yang menggunakan senjata kimia dalam pertempuran. Kelompok itu juga disebutnya tengah merekrut teknisi yang sangat terlatih dalam upaya serius untuk mengembangkan senjata kimia.

Dalam pidatonya di forum internasional negara-negara yang bekerja untuk memerangi penyebaran senjata tersebut, Bishop mengatakan munculnya kelompok militan seperti ISIS merupakan salah satu ancaman keamanan terparah yang dihadapi dunia saat ini.

"Penggunaan klorin oleh ISIS dan rekrutmen profesional yang sangat terlatih, termasuk dari Barat, telah mengungkapkan sejauh mana upaya yang serius mereka dalam pengembangan senjata kimia," kata Bishop di Perth, Australia, seperti dikutip Reuters, Sabtu (6/6/2015).

"ISIS cenderung memiliki puluhan ribu calon tenaga ahli yang diperlukan untuk lebih menyempurnakan bahan untuk membangun senjata kimia," imbuh Bishop.

Penegasan Bishop merupakan lanjutan dari tuduhan pihak berwenang Kurdi Irak bahwa mereka memiliki bukti bahwa ISIS menggunakan gas klorin saat memerangi pejuang Peshmerga mereka di Irak utara pada Januari lalu.

Namun, tuduhan Kurdi yang menyertakan sampel tanah dan pakaian yang diambil setelah meledaknya bom mobil ISIS yang mengandung kadar klorin, tidak bisa dikonfirmasi secara independen.

Klorin adalah gas yang digunakan sebagai senjata kimia sejak Perang Dunia I. Penggunaannya sudah dilarang di bawah Konvensi Senjata Kimia 1997 yang melarang semua penggunaan zat beracun di medan perang.

Organisasi Pelarangan Senjata Kimia telah menyelidiki tuduhan puluhan serangan gas klorin baru-baru ini di desa-desa Suriah, tetapi akses ke situs itu ditolak pemerintah Presiden Bashar al Assad. (Ado/Ans)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya