Gelombang Laut Selatan Tinggi, Polair Yogya Sulit Patroli

Polair kesulitan patroli di tengah maraknya kasus imigran gelap.

oleh Liputan6 diperbarui 07 Jun 2015, 10:24 WIB
Imigran gelap Afganistan dievakuasi menggunakan perahu nelayan di Desa Mimbo, Banyuputih, Situbondo, Jatim. Sebanyak 108 imigran terdampar di perairan laut Lempuyang.(Antara)

Liputan6.com, Gunung Kidul - Tinggi rata-rata gelombang laut selatan diperkirakan mencapai 3 meter. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika memperkirakan kondisi seperti ini berlangsung hingga Sabtu (13/6/2015).

Kekuatan gelombang laut di perairan laut selatan ini membuat Direktorat Kepolisian Perairan Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta kesulitan berpatroli. Padahal, Indonesia tengah waspada akan masuknya imigran gelap.

"Gelombang laut selatan di DIY itu sangat besar sehingga menyulitkan petugas saat patroli," kata Wadir Polair Polda DIY, AKB Andreas Heri Susidarto, di Gunung Kidul, Minggu (7/6/2015).

Menurut dia, Polair yang ada di sepanjang pantai selatan tidak bisa melakukan patroli setiap saat. Mereka hanya patroli sesuai kebutuhan.

"Meski patroli pengamanan tidak intensif, kondisi perairan selatan sangat aman. Sejauh ini, tidak ada kasus pencurian ikan. Namun, petugas tetap mewaspadai kasus penyelundupan manusia," ujar Heri.

Dia mengatakan sepanjang pantai selatan DIY ada enam pos pengaman, yakni Sadeng di Kabupaten Gunung Kidul, Pos Parangtritis, Samas, Depok, dan Kulwaru di Kabupaten Bantul, serta Pos Congot di Kabupaten Kulon Progo.

"Berdasarkan perhitungan kebutuhan, jumlah pos Polair di pantai selatan DIY masih kurang. Misalnya di Gunung Kidul baru satu pos, idealnya membutuhkan tiga sampai empat pos pengamanan," kata dia.

Kondisi tersebut, lanjut Heri, juga menyulitkan nelayan saat menangkap ikan.

Sebelumnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang sering menjadi persinggahan perdagangan manusia atau imigran gelap. Terlebih, Indonesia dekat dengan Australia yang menjadi salah satu negara tujuan imigran gelap.

Kasat Polair Gunung Kidul Ajun Komisaris Iriyanto menjelaskan patroli laut memiliki tingkat kesulitan sendiri dibandingkan darat. Patroli laut diperlukan persiapan khusus.

"Untuk patroli laut diperlukan kesiapan yang matang seperti kondisi laut dan kapal itu sendiri," jelas Iriyanto.

Dia menuturkan ada tiga faktor yang membuat pengawasan masih terbatas, yakni, standarisasi kapal patroli, kapasitas bahan bakar hingga kebutuhan perlengkapan teknologi kekinian.

Untuk mengatasi kekurangan tersebut, pihaknya melakukan upaya di antaranya memanfaatkan informasi nelayan.

"Untuk kapal memang belum maksimal, kapasitas bensin 750 liter dan kami mengisi maksimal 600 liter. Dengan keterbatasan tersebut kita tidak bisa berlayar jauh," kata Iriyanto.

Dia mengatakan patroli yang selama ini dilakukan mencapai 12 mil melebihi kewenangan seharusnya yakni empat mil. "Untuk keamanan kami berani lebih jauh," tukas Iriyanto. (Ant/Bob)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya