Tax Amnesty Dikhawatirkan Jadi Ajang Pengampun Buat Koruptor

Di satu sisi, tax amnesty dianggap sebagai sarana cepat untuk menggenjot penerimaan pajak.

oleh Septian Deny diperbarui 07 Jun 2015, 14:37 WIB
Ilustrasi Pajak (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Wacana penerapan pengampunan pajak atau tax amnesty yang digulirkan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) masih menimbulkan pro dan kontra hingga saat ini. Peneliti Kebijakan Publik dari Perkumpulan Prakarsa, Maftuchan mengatakan, wacana ini memang memiliki sisi positif dan negatif. Di satu sisi, tax amnesty dianggap sebagai sarana cepat untuk menggenjot penerimaan pajak.

Pada kuartal I 2015, realisasi penerimaan negara dari pajak baru mencapai Rp 198,226 triliun atau hanya 15,32 persen dari target Rp 1.294,258 triliun pada 2015. "Padahal seiring dengan meningkatkan belanja pemerintah dan penurunan harga minyak dunia, pajak menjadi sumber utama penerimaan negara," ujarnya di Jakarta, seperti ditulis Minggu (7/6/2015).

Namun di sisi lain, lanjut dia, tax amnesty juga dianggap sebagai kebijakan yang mencederai prinsip keadilan terhadap para Wajib Pajak (WP) yang selama ini taat dan patuh membayar pajak. "Apalagi, tanpa data yang akurat, tata kelola perpajakan yang efektif, penerapan kebijakan tax amnesty justru akan menjadi bumerang bagi keberhasilan realisasi target penerimaan pajak," lanjutnya.

Selain itu menurut Maftuchan, ide perluasan pengampunan dalam penerapan tax amnesty juga dikhawatirkan akan mendapat banyak kecaman. Pasalnya, nantinya tax amnesty bukan hanya soal pengampunan kepada pelaku tindak pidana pajak, tetapi juga pada para pelaku korupsi, pelaku tindak pidana pencucian uang dan kejahatan finansial lain yang berkaitan dengan pajak. "Dikhawatirkan kebijakan ini akan menjadi instrumen pemberian impunitas terhadap para koruptor," tandasnya.

Direktur Eksekutif Center For Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo menambahkan, penerapan kebijakan tax amnesty berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial hingga terjadinya konflik sosial.

Selama ini penerimaan pajak masih didominasi wajib pajak (WP) individual seperti para pekerja. Jika pengampunan pajak ini diberlakukan kepada WP yang memiliki banyak uang atau aset di luar negeri, maka dikhawatirkan akan timbul kecemburuan sosial. "Tax amnesty sebenarnya ide yang lumrah. Tapi ini lebih dari itu. Ada sensitivitas tertentu karena berpotensi menimbulkan kecemburuan sosial,'' ujarnya.

Lanjut Yustinus, dalam jangka panjang penerapan tax amnesty ini tidak hanya soal pengampunan bagi para pengemplang pajak, tetapi juga pengampunan bagi para tindak pidana seperti pelaku korupsi, tindak pidana pencucian uang dan kejahatan finansial lain.

Menurut dia, pemerintah tidak perlu terburu-buru menerapkan kebijakan ini hanya karena ingin menarik dana para pengusaha sebesar Rp 3.000 triliun hingga Rp 4.000 triliun yang kabarnya diparkir di Singapura. Karena tax amnesty ini juga berpotensi menjadi instrumen pemberian kebebasan atau impunitas bagi para koruptor. "Realisasi special tax amnesty ini, yang seperti memberi impunitas kepada koruptor," tandasnya.

Sebelumnya, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan sedang menggodok mekanisme kebijakan tax amnesty bagi Wajib Pajak yang memarkirkan dananya di luar Indonesia. Kebijakan ini rencananya berlaku untuk para koruptor meski dana yang disimpan adalah uang haram.

Direktur Jenderal Pajak, Sigit Priadi Pramudito mengungkapkan, pemerintah sedang membahas kebijakan tax amnesty dengan DPR. Fokusnya, kata dia, menarik dana yang selama ini terparkir dan pengakuan Wajib Pajak soal aset yang ada di luar negeri.

"Kami hitung misalnya di Singapura ada dana sekitar Rp 4.000 triliun. Kami coba hitung separuhnya bisa masuk sini, dan diharapkan potensi penerimaannya Rp 100 triliun," ujar dia.

Lebih jauh katanya, Ditjen Pajak sedang menggodok mekanisme tax amnesty dengan DPR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Bareskrim. Pembahasan ini menyangkut peminat pengampunan pajak apabila kebijakan tersebut diterapkan.

"Kami rekonsiliasi dengan KPK dan Bareskrim, menggodok dan melihat apakah nanti ada peminatnya atau tidak, Kalau mereka ke dalam negeri, mereka dapat penghapusan pajak, kebebasan pidana umum dan khusus, kecuali narkotika dan terorisme," jelasnya. (Dny/Gdn)

Tag Terkait

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya