Teka-teki Pengganti Moeldoko

Jokowi mengatakan, pemilihan Panglima TNI sepenuhnya menjadi kewenangan penuh dirinya sebagai Presiden RI.

oleh TaufiqurrohmanPutu Merta Surya PutraAudrey Santoso diperbarui 09 Jun 2015, 00:08 WIB
Presiden Joko Widodo dan Panglima TNI Jenderal Moeldoko saat mengikuti upacara pengangkatan Presiden Jokowi sebagai warga kehormatan Pasukan khusus TNI di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (16/4/2015). (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko segera melepaskan jabatannya lantaran memasuki pensiun. Siapa penggantinya, masih menjadi misteri.

Sebab, ada isyarat bahwa Presiden Jokowi akan memilih pemimpin tertinggi TNI yang baru bukan berdasarkan pada tradisi yang berlaku selama ini yaitu jabatan panglima diberikan secara bergilir kepada 3 instansi TNI yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, akan tetapi berdasarkan kebutuhan.

Presiden Jokowi menyatakan, hingga kini belum menentukan siapa Jenderal bintang empat yang akan mengisi posisi Panglima TNI menggantikan Moeldoko. Dia masih memproses siapa yang paling tepat. 

"Ini masih dalam proses," ujar Jokowi di sebuah rumah makan di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Senin 8 Juni 2015. 

Dia menegaskan, pemilihan Panglima TNI sepenuhnya menjadi kewenangannya penuh sebagai Presiden RI, apakah akan bergilir 3 intansi TNI seperti tradisi pada pemerintahan sebelumnya atau tidak.

‎"Perlu saya sampaikan, semua bisa masuk pada saya, dan menjadi hak prerogatif presiden," tegas Jokowi. 

Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto mengatakan, rotasi giliran itu tidak diatur dalam perundang-undangan mengenai pemilihan Panglima TNI.

"Secara undang-undang ada kebutuhan untuk rotasi, tetapi tidak ada keharusan dari angkatan darat, angkatan laut, angkatan udara, dijabat secara bergantian," ujar Andi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu 3 Juni 2015.

Menurut Andi, jabatan Panglima TNI menjadi hak prerogatif Presiden Jokowi yang diatur dalam undang-undang. Pemilihan panglima TNI disesuaikan dengan kebutuhan pertahanan negara Indonesia.

"Itu tergantung kebutuhan politik pertahanan dari presiden," ucap Andi. Karena itu, kepala staf dari 3 TNI saat ini memiliki peluang yang sama untuk mengisi jabatan Panglima TNI.

Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdjiatno juga mengatakan, 3 kepala staf TNI ‎mempunyai peluang sama untuk maju sebagai panglima TNI menggantikan Moeldoko.

"Panglima ini kan pensiun 19 Juli. Tapi aturan di TNI, dia akan masuk 1 bulan berikutnya. Kemudian dalam aturan tak tertulis ada rotasi, darat, laut, darat, udara, karena darat banyak, tetapi itu bukan harga mati, semuanya tergantung kewenangan presiden. Kalau lihat kemampuan, tiga-tiganya sama saja," ujar Tedjo di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat, 5 Juni 2015. 

Tedjo menerangkan proses pemilihan panglima TNI. Mabes TNI yang mengusulkan nama panglima TNI kepada presiden. Kemudian, dari yang diajukan itu, Jokowi akan memilih mana yang paling pas menurutnya.

Karena tidak ada mantan kepala staf yang masih menjadi perwira tinggi aktif, lanjut dia, maka 3 kepala staf saat ini kemungkinan dicalonkan sebagai panglima TNI. Lalu, siapa yang akan menjadi calon kuat, sepenuhnya diserahkan kepada presiden.

Proses giliran tidak dikenal

Anggota Komisi I DPR Ahmad Muzani mengatakan, dalam UU TNI tidak diatur bahwa jabatan Panglima TNI harus bergiliran.

"Bergiliran itu tidak dikenal dalam istilah di UU TNI. Kalau kemudian ini dipergilirkan oleh presiden, itu lebih merupakan suatu tradisi yang dilakukan oleh beberapa pejabat presiden sebelumnya, sejak zaman Abdurrahman Wahid," ucap Muzani di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 3 Juni 2015.

Karena itu, politisi Partai Gerindra ini menyebut, sebagai Panglima Tertinggi, Presiden Jokowi harus bisa memilih jabatan Panglima TNI tersebut sesuai kebutuhan. Terlebih Jokowi jangan sampai mendapat intervensi dari pihak mana pun.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengatakan, tidak mempermasalahkan cara yang akan ditempuh Jokowi memilih panglima TNI.

"Bisa saja tiap presiden berbeda. Tapi ya terserah Bapak Presiden. Panglima memang hak prerogatifnya Presiden," ujar Zulkifli di Gedung DPR, Jakarta, Jumat 5 Juni 2015.

Politisi PDIP TB Hasanuddin mengaku sependapat dengan langkah yang akan diambil Presiden Jokowi, memilih panglima TNI berdasarkan kebutuhan.

"Kami sepakat semuanya, akhirnya sangat tergantung kepada presiden sebagai pemegang hak prerogatif. Tapi kami yakin hak prerogatif itu akan dijalankan berdasarkan undang undang yang berlaku," ujar TB Hasannudin.

Jika mengikuti tradisi yang sudah berjalan, jabatan panglima TNI baru harusnya diisi oleh personel dari Angkatan Udara. Tapi santer terdengar, Presiden Jokowi akan mengambi dari Angkatan Laut untuk dijadikan panglima tertinggi TNI. Alasannya, misi pemerintahan saat ini memperkuat sektor kemaritiman.

"Sektor maritim sangat perlu dan harus kuat. Karena pengamanan laut kita itu yang paling rentan diintervensi kekuatan luar," ujar Wakil Ketua DPR Fadli Zon

Siap jadi Panglima TNI

Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Ade Supandi menyatakan siap jika ditunjuk sebagai pengganti Moeldoko.

"Saya kan prajurit, jadi harus siap," ujar Ade di Museum Media Penerangan TNI, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa 5 Mei 2015.

Namun ia menyerahkan pemilihan Panglima TNI nanti kepada Presiden Jokowi yang mempunyai hak. "Kita serahkan ke Presiden. Tidak (harus giliran), kan semua (aturan pengangkatan Panglima) ada dalam UU Nomor 34 soal itu," ujar Ade.

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa menilai, yang lebih menonjol untuk mengisi posisi Panglima TNI saat ini adalah Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo.

"Ya lebih merakyat dan beberapa kapasitas lainnya lebih menonjol lebih cerdas, itu saya melihatnya seperti itu," kata Desmond di Gedung DPR.

Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Gatot Nurmantyo mengatakan, siapa calon panglima TNI menjadi hak prerogatif presiden. "Secara undang-undang diambil dari Kepala Staf, tapi memang itu hak prerogatif Presien Jokowi," ujar Gatot di Mabes AD, Jakarta.

Saat ditanya jika dirinya dipercaya oleh Jokowi menggantikan Moeldoko, Gatot enggan berandai-andai. Karena dia adalah prajurit yang menjalankan perintah.

"Tapi jangan berandai-andai. Jangan pengaruhi Presiden," kata dia.

Jangan seperti pemilihan Kapolri

Ketua DPR Setya Novanto mengatakan, lembaganya akan menghargai siapapun nama yang ditunjuk Presiden dan dikirimkan kepada lembaganya.

"Sampai sekarang belum ada namanya. Kita kan mengacu bahwa apa yang diajukan itu adalah hak prerogatif presiden. Bahwa kita menghargai apa yang diputuskan presiden," ujar Setya Novanto di Gedung DPR, Jakarta, Jumat 5 Juni 2015.

Setya menegaskan, tradisi yang telah dilakukan Presiden ke-5 Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono bisa saja tidak dilakukan Jokowi. Sebab pemilihan calon panglima itu harus disesuaikan dengan kebutuhan bangsa.

Nama-nama yang telah dipilih Jokowi pun, tidak serta merta akan menjadi panglima TNI. Sebab mereka bisa saja ditolak saat menjalani fit and proper test di DPR.

"Pada akhirnya nanti DPR menerima atau menolak apabila itu ada persyaratan yang belum bisa menerima, tapi semuanya kita serahkan mekanismenya kepada Presiden," pungkas Setya

Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menginginkan pergantian Panglima TNI tidak menciptakan hiruk pikuk dan kontroversi seperti yang terjadi pada pergantian Kapolri beberapa waktu lalu. Di mana semua elemen bangsa ikut rebut di dalamnya.

"Kalau pergantian calon Panglima TNI ini terjadi hiruk pikuk dan kontroversi, hanya akan merugikan negara dan mengganggu kewibawaan TNI juga," kata Mahfudz di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (8/6/2015).  

Menurut dia, masih ada waktu untuk menentukan siapa calon pengganti Panglima. Proses pergantian calon Panglima TNI telah diatur dalam UU. Selain itu, secara internal TNI memiliki prosedur dan mekanisme yang dikelola oleh Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi.

"Sepanjang kita mengacu keperaturan Perundang-undangan yang ada itu akan menutup segala macam bentuk kontroversi atau hiruk pikuk," papar dia.

Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais menilai, pengganti Moeldoko akan memiliki 2 tugas penting dalam memimpin institusi militer ke depan.  Tugas itu antara lain menjaga fungsi militer sebagai alat pertahanan negara dan menjaga militer agar tidak masuk ke dalam ranah sipil.

"Panglima TNI ke depan harus bisa menjaga 2 tugas itu," kata Hanafi Rais.

Kegiatan Moeldoko setelah pensiun

Panglima TNI Jenderal Moeldoko segera melepaskan jabatannya lantaran pensiun per 1 Agustus 2015. Dia memilih menjadi pengajar setelah tidak lagi setelah pensiun.

"Mau mengajar saja," jawab Moeldoko di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, saat ‎disinggung kesediaannya jika diminta Presiden Joko Widodo untuk masuk Kabinet Kerja, Senin 8 Juni 2015.

Dia menegaskan, dari mana asal panglima TNI baru berada di tangan Presiden Jokowi. TNI hanya sebatas memberikan saran.

"Itu sudah dijawab oleh Pak Andi (Seskab). Sesuai dengan politik keamanan negara, politik pertahanan. Itu domain penuh hak prerogratif Presiden. Kalaupun nantinya keterlibatan TNI dalam konteks itu, dalam bentuk saran masukan ke Presiden," tandas Moeldoko.

Berdasarkan pola yang ada setelah reformasi, lazimnya setelah Jenderal Moeldoko (AD), jabatan Panglima TNI diserahkan ke Angkatan Udara. Sebelum Jenderal Moeldoko, Panglima TNI dijabat Agus Suhartono dari Angkatan Laut. Saat ini yang menjabat sebagai kepala staf Angkatan Udara adalah Marsekal TNI Agus Supriatna. (Mvi/Rmn)

 

 

 

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya