Jangan Rampas Hak Bermain Anak dengan Pekerjaan

Bekerja adalah tugas individu yang berusia dewasa.

oleh Liputan6 diperbarui 09 Jun 2015, 04:00 WIB
Anak-anak bermain Mega Boxing yang menjadi salah satu arena bermain di Karnaval SEA Games yang dihelat di kompleks Stadion Nasional Singapura. (Bola.com/Arief Bagus)

Liputan6.com, Jakarta Segala hal akan menjadi baik jika dilakukan pada waktunya. Kehidupan manusia pun akan menjadi lebih baik jika semua orang melakukan apa yang menjadi tugasnya dan bergerak pada apa yang menjadi tujuan yang semestinya. Hal ini berlaku untuk semua individu dari segala usia termasuk dalam hal bermain dan bekerja. Individu yang tidak melakukan apa yang menjadi tugasnya tidak hanya akan dilihat aneh secara sosial namun juga mengalami dampak kurang baik bagi perkembangan psikologisnya.

Bekerja adalah tugas individu yang berusia dewasa. Dengan bekerja, selain merupakan perwujudan tanggung jawab untuk kehidupan diri dan juga kehidupan keluarga, individu akan belajar dan bertumbuh menjadi pribadi yang lebih baik. Lewat bekerja, individu yang berusia dewasa akan belajar berbagai aspek kehidupan yang penting untuk dirinya. Misalnya belajar kognitif, ketrampilan, mengaplikasikan kemampuan diri, membuat sebuah alur dan struktur, bekerja dalam tim, kepemimpinan, ketekunan, dan banyak lagi yang lain. Jadi bekerja bukan hanya sekedar mencari penghasilan saja. Meskipun telah memiliki jaminan penghasilan, Jika individu dewasa tidak bekerja, akan dapat muncul berbagai dampak negatif dalam perkembangannya. Hal ini terjadi karena minimnya kesempatan individu tersebut mengoptimalkan berbagai aspek yang hanya mungkin dia kembangkan lewat bekerja.


Bermain tugas penting

Jika bekerja adalah tugas orang dewasa, bermain adalah tugas penting yang  harus dilakukan saat individu berusia anak-anak. Sampai usia prasekolah (Taman Kanak-kanak) bahkan sebenarnya di tahun-tahun awal pendidikan sekolah dasar, bermain adalah kegiatan bahkan tugas yang seharusnya mendominasi kehidupan anak. Seharusnya tidak ada tugas lain yang dianggap lebih penting daripada bermain dalam kehidupan anak-anak. Lewat bermain, pertumbuhan dan perkembangan anak akan didorong menjadi lebih optimal. Aspek yang dikembangkan dalam kegiatan bermain sangatlah kaya. Lewat bermain, anak dapat mengembangkan aspek motorik (baik motorik kasar maupun halus), kognitif, ketekunan, dan sebagainya. Sementara itu, dengan bermain bersama anak-anak lain, anak dapat mengembangkan berbagai aspek seperti kemampuan sosial, kemampuan bahasa, kemampuan mengelola emosi, dan sebagainya. Oleh karenanya, aktivitas bermain tidaklah tergantikan pada anak dan orang dewasa wajib memberikan ruang, waktu, fasilitas, dan dukungan lainnya pada terlaksananya kegiatan bermain pada anak.

Selain itu, bermain juga penting karena pengembangan berbagai aspek yang dicapai lewat kegiatan bermain merupakan persiapan yang mutlak diperlukan sebelum anak beralih ke tugas perkembangan lainnya termasuk di dalamnya adalah tugas bekerja. Mereka yang minim mendapatkan kesempatan mengembangan berbagai aspek pengembangan diri lewat bermain akan tumbuh menjadi pribadi yang kurang matang yang pada akhirnya akan berpotensi mengalami kesulitan saat harus menjalani tugas perkembangan selanjutnya. Oleh karenanya, tidak heran ada individu yang berusia dewasa namun masih tidak memiliki kemampuan dasar dalam hidup misalnya kemampuan mengelola emosi, kemampuan untuk bangkit dari kegagalan, kemampuan untuk tekun dan disiplin menjalankan tugasnya, kemampuan menerima kekalahan, kemampuan untuk peka terhadap kepentingan orang lain, dan sebagainya. Ini terjadi karena mereka tidak pernah diberi kesempatan melatih kemampuan itu di masa kanak-kanaknya. Masa bermainnya yang sebenarnya menjadi waktu yang penting membangun pondasi dasar bagi pengembangan dirinya dirampas dan digantikan untuk kegiatan lainnya.


Merampas hak bermain

Merampas hak bermain anak merupakan fenomena yang meskipun seakan-akan tidak tampak namun sebenarnya terjadi di banyak keluarga dalam masyarakat kita. Fenomena ini pun terjadi dari lapisan masyarakat kelas sosial ekonomi bawah hingga atas. Alasannya pun bermacam-macam. Mulai dari alasan dipaksa oleh keadaan (misalnya yang terjadi pada masyarakat kelas sosial ekonomi bawah) hingga demi mengangkat status keluarga (misalnya yang terjadi pada masyarakat kelas sosial ekonomi atas). Kalau pada masyarakat kelas bawah, fenomena perampasan hak bermain anak dapat dilihat di pada anak yang bekerja di jalan atau di industri (misalnya industri rumah tangga), maka pada masyarakat ekonomi atas, perampasan hak bermain anak dapat dilihat pada menjamurnya artis/aktor anak, presenter anak, dan semacamnya. Dengan bekerja, anak akan kehilangan sebagian besar waktunya untuk menjalankan tugas utamanya yakni bermain dan menjalankan kehidupannya tanpa harus mendapatkan bebang tanggung jawab mendapatkan penghasilan, status sosial, dan sebagainya.

Apa pun alasannya, meminta anak di bawah umur untuk bekerja baik lewat paksaan, bujukan, atau rasionalisasi yang tampak baik, merupakan perampasan hak anak. Keputusan yang menunjukkan tidak bertanggung jawabnya orangtua dalam mengasuh anak ini akan berdampak pada kegagalan anak menjalankan tugas perkembangan yang harus dilakukan pada usianya. Akibatnya adalah kesulitan bahkan kegagalan anak saat dia harus menjalankan tugas-tugas perkembangan di usia-usia berikutnya.

 

Yohanes Heri Widodo, M,Psi, Psikolog

Dosen Sanata Dharma, Yogyakarta

Pemilik PAUD Kerang Mutiara, Yogayakarta

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya