Hantu Gelombang Panas Membayangi India

Gelombang panas menyerang India pada akhir Mei lalu dan menewaskan setidaknya 1.000 orang, menurut pemerintah India.

oleh Dyah Puspita Wisnuwardani diperbarui 09 Jun 2015, 05:04 WIB
Sejumlah anak bermain di dekat sungai yang kering di Allahabad, India (3/6/2015). Cuaca panas yang melanda India tidak hanya menewaskan ratusan warga, tetapi mengubah sungai menjadi seperti lapangan. (AFP PHOTO/SANJAY Kanojia)

Liputan6.com, Jakarta Gelombang panas menyerang India pada akhir Mei lalu dan menewaskan setidaknya 1.000 orang, menurut Pemerintah India. Tapi seorang peneliti meyakini jumlah korban jatuh akibat gelombang panas tersebut sesungguhnya lebih besar. 

Besar kemungkinan ratusan jiwa lain juga melayang akibat kondisi panas luar biasa ini. Hanya saja, kematian mereka mungkin tidak langsung dikaitkan dengan gelombang panas, ujar Dr. Gulrez Shah Azhar, peneliti komunitas kesehatan dan analis kebijakan di Rand Corp, Santa Monica, California, Rabu (27/5/2015). 

Gelombang panas bisa sangat fatal pada orang yang memang sudah memiliki riwayat penyakit seperti sakit jantung atau dehidrasi. Ini karena gelombang panas melemahkan tubuh, membuat orang-orang dengan riwayat penyakit tersebut kesulitan untuk menghadapi penyakit mereka, lanjut Azhar.

Gelombang panas ini diduga merupakan serangan awal, karena gejala iklim menunjukkan gelombang panas akan lebih sering dan intens pada dekade mendatang, kata peneliti. 


Gelombang panas

Gelombang panas

Saat ini, bagian pusat-selatan Telangana dan Andhra Pradesh di India amat panas, mencapai 118 Fahrenheit atau sekitar 48 derajat celcius) di Telangana minggu lalu, lapor BBC. Sejauh ini setidaknya 1.118 orang meninggal di India karena udara panas, demikian menurut pihak berwenang India. 

Kondisi ini diakibatkan oleh sirkulasi angin yang tidak biasa. Pada April biasanya sirkulasi atmosferik di atas India biasanya berlawanan arah, dan hawa yang melayang di Somalia tertiup melewati Laut Arab, mengambil lembap dan menumpahkan hujan di subkontinen dalam bentuk hujan monsun (kemarau), ujar Raghu Murtugudde, ilmuwan bidang cuaca dan kelautan di University of Maryland di College Park. Sayangnya hal tersebut belum terjadi. 

“Jika Anda melihat permukaan angin dan anomali angin, mereka datang langsung dari arah barat laut gurun di India ke seluruh negeri. Angin tersebut seharusnya hanya membawa udara panas dan kering, bukannya hawa lembap yang berasal dari Laut Arab dan membawa hujan,” Murtugudde mengungkapkan pada LiveScience. 

Sementara pada kasus gelombang panas lainnya, banyak korban jatuh adalah mereka yang bekerja di luar ruangan pada jam terpanas dalam sehari, atau tuna wisma. Para orang tua dan anak kecil juga lebih mudah terkena dampak heat stroke


Kematian masih diabaikan

Kematian akibat gelombang panas masih diabaikan

Meski banyak korban jiwa yang jatuh, tampaknya hal ini masih diabaikan, ujar Azhar. Ini karena orang yang meninggal pada saat gelombang panas menerpa bukan semata-mata meninggal akibat heat stroke atau iritasi kulit (heat rash). Mereka meninggal akibat serangan jantung, gagal ginjal, dehidrasi atau kondisi medis lainnya yang diperburuk oleh panas, ucap Azhar. 

Contohnya di kota di India, Ahamedabad, pihak berwajib melaporkan ada 50 kematian akibat gelombang panas selama seminggu penuh pada 2010. Tapi pada studi di 2010 yang dipublikasikan dalam jurnal PLOS ONE, Azhar dan rekan-rekannya menemukan 1.344 korban meninggal lainnya selama minggu terpanas dibandingkan jumlah kematian umum selama periode udara yang lebih sejuk. (Dua per tiga dari korban jiwa tersebut terdiri dari wanita, Azhar sendiri tidak mengetahui apa penyebabnya).  

Selebihnya, perhitungan jumlah kematian di India cenderung tidak sesuai dengan jumlah korban sesungguhnya karena pihak berwajib hanya mengandalkan informasi berdasarkan keterangan dari sertifikat kematian. Para tuna wisma dan mereka yang tak memiliki tempat tinggal seringkali tidak mampu membuat sertifikat kematian, kata Azhar.  


Adaptasi dengan panas

Beradaptasi dengan panas

India selalu panas. Meski demikian, orang yang meninggal akibat heat stroke tidaklah rutin karena tubuh bisa mengatur suhunya tetap rendah agar tetap dapat berfungsi dengan baik. Dan di beberapa tempat terpanas di Bumi, di mana suhunya selalu mendekati temperatur suhu panas yang tengah melanda India, tidak ditemukan kematian dramatis yang dikaitkan dengan panas. Jadi mengapa ada banyak korban jiwa akibat panas di India?

“Gaya hidup kita membuat kita lebih lemah menghadapi panas,” cetus Azhar.

Masyarakat India biasanya tinggal di dalam rumah atau bernaung di tempat sejuk saat cuaca panas, minum yoghurt dingin. Jika mereka harus bekerja di luar ruangan, mereka akan menutup kepala dengan kain warna putih. Secara historis, rumah-rumah di daerah gurun dibuat beratap tinggi, dengan bentuk sekat dan jendela-jendela yang melindungi dari terpaan sinar matahari.

Azhar berpendapat, sekarang ini pengetahuan masyarakat semakin berkurang tentang apa yang harus dilakukan saat gelombang panas menerpa. Saat ini banyak pula masyarakat yang tinggal di bangunan berbahan timah di kota-kota padat penduduk yang suhunya tentu lebih hangat dibandingkan daerah-daerah lain di sekitarnya. 

Meski demikian, ada perbaikan yang tengah dilakukan. Setelah musim panas yang mematikan di 2010, di mana ratusan orang India meninggal akibat terpaan panas, Azhar dan rekan-rekannya bersama pemerintah kota di Ahmedabad mengembangkan cara sederhana untuk mencegah kematian akibat hawa panas. 


Menyebarkan pesan singkat

Dalam sebuah penelitian yang tidak dipublikasikan, mereka menemukan bahwa tindakan sederhana seperti menyebarkan pesan singkat yang mengabarkan temperatur tinggi, atau menyiapkan taman dan penampungan bagi tuna wisma saat cuaca panas bisa mengurangi jumlah kematian selama gelombang panas, kata Azhar. Pihak pemerintah juga bisa membatasi masalah yang timbul dengan menghindari pemadaman terencana dan penghentian air saat hari-hari terpanas, tambah Azhar. 

India harus mencari tahu bagaimana cara mengatasi gelombang panas, karena cuaca panas belum akan mereda dalam waktu dekat, ujar Subimal Ghosh, insinyur sipil di Indian Institute of Technology Bombay, Mumbai. Dalam studi yang dipublikasikan dalam Regional Environmental Change, April, Ghosh dan rekan-rekannya menemukan bahwa gelombang panas datang lebih awal tahun ini dan menyerang daerah-daerah yang biasanya tidak terkena dampak parah temperatur ekstrem ini.  

“Dengan pemanasan global yang semakin meningkat, kejadian gelombang panas akan meningkat juga,” ucap Ghosh pada Live Science, dilansir Selasa (9/6/2015). 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya