PDIP Tidak Pungut 'Mahar' Pilkada tapi...

Berhembus isu bakal calon kepala daerah wajib memberi 'mahar' ke partai pengusung jelang pilkada. Jika bukan 'mahar', lalu apa namanya?

oleh Audrey Santoso diperbarui 09 Jun 2015, 09:58 WIB
Suasana simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota di TPS Halaman Gedung KPU RI, Jakarta Pusat, Selasa (7/4/2015). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta Berhembus isu bakal calon kepala daerah wajib memberi 'mahar' kepada partai pengusung agar mendapat dukungan politik penuh menjelang pilkada serentak. Jika bukan 'mahar', lalu apa namanya?

"Semangat gotong-royong yang ada. Sejak saya jadi Sekjen juga tidak pernah ada rekomendasi pungut biaya," ujar mantan Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo di Jakarta, Senin 8 Juni 2015 malam.

Menteri Dalam Negeri ini menjelaskan, dana pilkada selama ini didapat dari hasil urunan antara uang partai, uang sumbangan para anggota dewan, dan uang si calon kepala daerah. Proses pengumpulan dana dengan cara tersebut sudah menjadi komitmen PDIP untuk mencetak kepala-kepala daerah yang demokratis.

"Untuk biaya survei kampanye, pergerakan partai ya gotong-royong antara dana partai, dana gotong-royong anggota DPR, DPRD, termasuk dana si calon. Saya kira itu komitmen parpol yang selama ini dipegang oleh PDIP. Saya yakin semua partai sama. Kita ingin kader menang untuk pemilu yang demokratis," ucap Tjahjo.

Gubernur Jawa Tengah yang juga politisi PDIP Ganjar Pranowo membantah ada sistem bayar mahar. Dari pengalaman Ganjar saat mencalonkan diri menjadi Gubernur 2013 lalu, dia tidak mengeluarkan biaya khusus untuk kemenangannya. Bahkan uang urunan yang ia keluarkan tidak banyak.

"Saya pernah maju pilkada. Saya tidak pernah bayar mahar dan tidak pernah bayar mahal," tandas Ganjar. (Sss/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya