Pasal 32 UU KPK Dianggap Jadi Celah Pimpinan KPK Dikriminalisasi

Pimpinan nonaktif KPK Bambang Widjojanto menggugat UU KPK terkait ketentuan pemberhentian sementara pimpinan KPK ke Mahkamah Konstitusi.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 10 Jun 2015, 15:20 WIB
Hakim Konstitusi, Patrialis Akbar (tengah) mendengarkan kesaksian saksi ahli saat sidang uji materi UU KPK di Gedung MK, Jakarta (10/6/2015). Bambang ditetapkan tersangka atas kasus mengarahkan kesaksian palsu, Juni 2010 silam. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pimpinan nonaktif KPK Bambang Widjojanto menggugat UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait ketentuan pemberhentian sementara pimpinan KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ia mengajukan uji materi Pasal 32 ayat 1 huruf c dan ayat 2 UU KPK yang menyatakan pimpinan KPK berhenti atau dapat diberhentikan menjadi terdakwa akibat melakukan tindak pidana .

Bambang menilai Pasal 32 ayat 1 huruf c UU KPK telah melanggar amanat dari Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 terkait dengan asas praduga tak bersalah. Pemohon juga berpendapat Pasal 32 ayat 1 huruf c UU KPK tidak menyebutkan secara rinci tindak pidana seperti apa serta waktu terjadinya tindak pidana yang dapat membuat pimpinan KPK diberhentikan.

Pada persidangan kali ini, Bambang menghadirkan saksi ahli yaitu ahli hukum tata negara Saldi Isra dan Guru Besar Universitas Gajah Mada (UGM) hukum pidana Eddy Hiariej.

Dalam penjelasannya, Saldi mengatakan, UU KPK Pasal 32 tersebut merupakan celah bagi pimpinan lembaga antirasuah itu bisa dikriminalisasi pihak tertentu. Dalam Pasal 32 itu tidak jelas kualifikasinya mana kejahatan yang besar yang memang benar-benar dilakukan seorang komisioner KPK.

"Kan jelas jika tidak ada kualifikasi atau batasan, maka ini menjadi celah bagi pimpinan KPK atau komisioner untuk dikriminalisasi. Karena dalil kejahatannya bisa saja dicari-cari," ujar Saldi di ruang persidangan MK, Jakarta, Rabu (10/6/2015).

Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas itu, menegaskan seharusnya perlu kejelasan jika memang mempunyai kejahatan masa lalu, harus benar-benar dicari kebenarannya terlebih dahulu.

"Sebenarnya bukan membatalkan keberadaan pasal ini, tapi memberikan penafsiran batasan makna dan ruang lingkup waktu dan jenis tindak pidana untuk jadi dasar pemberhantian pimpinan KPK," kata dia.

"Saat menjadi Komisioner KPK, masanya itu ditunggu dulu sampai selesai tapi kedaluwarsa hukumnya tidak diberlakukan. Karena kerja seperti ini berisiko. Tapi, jika kejahatan itu dilakukan saat menjabat, ya bisa langsung diberhentikan sementara," jelas Saldi. (Mut/Yus)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya