Maskapai Siap Transaksi Pakai Rupiah

Setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 10 Jun 2015, 17:35 WIB
Petugas menghitung mata uang AS di penukaran valas Ayu Masagung, Jakarta, Senin (9/3/2015). Pada awal perdagangan rupiah dibuka pada level 12.994 atau melemah 18 poin dibanding penutupan akhir pekan lalu di posisi 12.976. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) telah menerbitkan Surat Edaran (SE) Bank Indonesia Nomor 17/11/DKSP mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mulai berlaku pada 1 Juni 2015. Aturan ini ditujukan untuk semua industri termasuk juga industri penerbangan yang selama ini banyak bertransaksi dengan mata uang dolar Amerika Serikat (AS).

Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Suprasetyo mengungkapkan, Kemenhub sudah menjalin koordinasi dengan International Air Transport Association terkait kewajiban transaksi rupiah di wilayah Indonesia.

"Sudah ada koordinasi dengan IATA. Hasilnya mereka sudah mengiyakan untuk melaksanakan sesuai UU," ujar dia saat ditemui wartawan di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/6/2015).

Mengenai maskapai asing yang kerap menggunakan mata uang dolar AS di Indonesia, Suprasetyo menyerahkan sepenuhnya kepada IATA. "Yang akan mengurus maskapai asing itu IATA," cetusnya.

Sebelumnya, Pelaksana Tugas Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI, Eko Yulianto menjelaskan SE mengenai rupiah yang dikeluarkan oleh BI tersebut mengatur tiga hal penting. Pertama, soal kewajiban penggunaan rupiah di wilayah NKRI menganut asas teritorial.

Jadi, setiap transaksi yang dilakukan di wilayah NKRI, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.

"Di area KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) untuk perdagangan bebas itu pun harus menggunakan rupiah. Dalam transaksi pembayaran, kita wajib menerima pembayaran menggunakan rupiah," ujar Eko.

Kedua, dalam rangka mendukung pelaksanaan kewajiban penggunaan rupiah, pelaku usaha baik perseorangan maupun korporasi wajib mencantumkan harga barang dan atau jasa hanya dalam rupiah, dan dilarang mencantumkan harga barang dan atau jasa dalam rupiah dan mata uang asing secara bersamaan (dual quotation).

"Jadi dilarang menggunakan dual quotation. Baik untuk sewa menyewa, tarif harus menggunakan rupiah," lanjutnya.

Ketiga, untuk proyek infrastruktur tertentu yang strategis, BI mempersilahkan adanya penyesuaian. Proyek-proyek tersebut akan dilakukan penilaian oleh BI secara langsung.

"Pelaksanaan kewajiban ini dapat disesuaikan apabila dinyatakan pemerintah pusat sebagai proyek infrastruktur strategis yang dibuktikan dengan surat dari kementerian atau lembaga terkait. BI akan melakukan assessment. Pemohon bisa menyampaikan akta pendirian perusahaan, surat dari kementeriandan lembaga dan fotokopi perjanjian," tandasnya. (Fik/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya