Liputan6.com, New York - Badai ekonomi diprediksi akan menghantam negara-negara berkembang dan gangguan pertumbuhan ekonomi itu akan mulai terjadi pada September. Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim mengatakan, setelah bertahun-tahun menunjukkan pertumbuhan yang mengesankan, negara-negara seperti China dan Brasil menghadapi tantangan yang lebih tajam saat ini.
"Negara-negara berkembang merupakan mesin pertumbuhan global saat krisis finansial terjadi. Tapi kini mereka menghadapi situasi ekonomi yang lebih sulit," kata Jim seperti dilansir dari CNN Money, Kamis (11/6/2015).
Advertisement
Bank Dunia bukan satu-satunya lembaga keuangan internasional yang mengungkapkan kekhawatirannya terhadap pertumbuhan negara berkembang. The Fed juga tengah memperdebatkan dampak negatif kenaikan suku bunga AS terhadap negara berkembang pada pertemuan terakhirnya.
Saat ini terdapat tiga hal yang diprediksi dapat membuat para investor memalingkan wajahnya dari negara berkembang. Pertama adalah penguatan dolar AS yang disusul dengan harga komoditas rendah akibat perlambatan ekonomi China serta rendahnya permintaan impor.
Terakhir, rencana kenaikkan suku bunga The Fed dapat menghantam perekonomian negara-negara berkembang. Banyak pakar yang memprediksi The Fed akan menaikkan suku bunganya pada September, langkah yang tak pernah diambil sejak 2006.
Kondisi itu dapat menyebabkan terjadinya dua hal yaitu meningkatnya biaya kredit atau bunga pinjaman di perusahaan-perusahaan dari negara berkembang dan membuat utang AS semakin menarik bagi para investor. Itu artinya negara-negara berkembang akan kehilangan banyak investornya.
Kapampun The Fed mengambil langkah, negara bekembang akan selalu terkena dampaknya. Buktinya pada Mei 2013, saat mantan Gubernur The Fed Ben Bernanke mengumumkan akan menarik program stimulus, para investor mulai melakukan aksi jual.
Jadi keputusan kenaikan suku bunga dalam waktu dekat tentu bukanlah kabar yang dinanti negara berkembang. (Sis/Ndw)