Begini Proses DPR Menguji Calon Panglima TNI dan Kepala BIN

Presiden Jokowi mencalonkan KSAD Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi Panglima TNI dan Letjen TNI Purn Sutiyoso sebagai calon Kepala BIN.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 12 Jun 2015, 11:51 WIB
Suasana sidang paripurna pembukaan reses di ruang paripurna gedung DPR, Jakarta, Senin (23/3/2015). (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mencalonkan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Gatot Nurmantyo menjadi Panglima TNI dan Letjen TNI Purn Sutiyoso sebagai calon kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Kedua nama itu telah diajukan Jokowi ke DPR untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test.

"Kalau mekanismenya, presiden kirim surat ke pimpinan DPR. Nanti pimpinan DPR akan rapat pimpinan (rapim). Nah Rapimnya kan belum. Nanti di Rapim akan diagendakan Bamus (Badan Musyawarah)," kata anggota DPR Mahfudz Siddiq saat dihubungi di Jakarta, Jumat (12/6/2015).

Setelah rapat Bamus terlaksana, lanjut politikus PKS ini, akan diagendakan rapat Paripurna. Di rapat Paripurna itu surat Presiden tentang pengajuan calon Panglima TNI dan Kepala BIN akan dibacakan.

"Pada saat surat itu dibacakan di paripurna itulah terhitung DPR menerima surat dari Presiden. Lalu paripurna. Setelah itu ditindaklanjuti di Bamus kembali," jelas dia.

Setelah kembali ke Bamus, barulah Komisi I menerima tugas untuk menindaklanjuti pengajuan calon Panglima TNI dan Kepala BIN dengan melakukan fit and proper test.

"Komisi I akan merapatkan bagaimana cara menindaklanjuti surat presiden tentang calon Panglima dan calon Kepala BIN. Begitu rutenya. Sekaligus untuk mendiskusikan mekanisme fit and proper test."

"Setelah ada keputusan di Komisi I, akan langsung dilaporkan ke Bamus, karena yang menugaskan (Komisi I) Bamus. Lalu nanti Bamus akan mengagendakan laporan Komisi I ke Paripurna," sambung dia.

Selanjutnya, di paripurna DPR para anggota parlemen akan ambil suara menerima atau menolak calon Panglima TNI dan BIN yang diajukan Jokowi.

"Kalau untuk panglima TNI, di undang-undangnya, DPR bisa memberikan kata setuju dan tidak setuju. Kalau DPR tidak setuju, maka presiden harus mengajukan calon pengganti. Memang untuk BIN pengaturannya itu menggunakan norma baru, yaitu DPR memberikan pertimbangan, dengan tetap presiden mengajukan satu calon. Tetapi di tatib DPR, yang dimaksud dengan memberikan pertimbangan itu ya hakikatnya sama dengan fit and proper test," jelas Mahfudz.

Terbuka Usulan Publik

Dalam proses uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI dan Kepala BIN, Mahfudz menyatakan akan terbuka dengan masukan publik.

"Yang jelas nanti kalau Komisi I mendapat penugasan dari Bamus, maka komisi I akan terbuka dengan masukan-masukan dari mana pun. Dan masukan-masukan itu tentu saja akan disampaikan ke Komisi I sebagai bahan," kata Mahfudz.

Prinsipnya, ujar dia, dalam melakukan tahapan seleksi calon Panglima TNI dan Kepala BIN pihaknya terbuka dan transparan.

"Nah mengenai masukan-masukannya kan nanti diserahkan kembali kepada masing-masing anggota komisi dalam memberikan penilaiannya," tandas Mahfudz. (Mut/Sss)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya