Dana Aspirasi Lebih Rawan Dikorupsi daripada Hibah dan Bansos

Dana Aspirasi anggota DPR lebih rawan dikorupsi daripada dana hibah dan dana bantuan sosial (bansos).

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 14 Jun 2015, 15:41 WIB
Gedung Conefo yang telah beralih fungsi jadi Gedung DPR MPR | via: diyaspradana.blogspot.com

Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparasi Anggaran (Fitra) Apung Widadi menilai Dana Aspirasi anggota DPR yang mencapai Rp 11,2 triliun berpotensi dikorupsi. Bahkan lebih rawan daripada dana hibah dan dana bantuan sosial (bansos).

"Dana Bansos dan Hibah telah dihapuskan pemerintah karena telah memakan banyak korban, kepala daerah politisi telah masuk bui karena korupsi dana tesebut. Dana aspirasi itu payung hukumnya tidak punya, petunjuk teknisnya juga tidak mungkin ada, sehingga peluang korupsinya jauh lebih tinggi dan bisa jadi semua anggota parlemen terjerat korupsi karena merugikan keuangan negara," ujar Apung dalam diskusi di Jakarta, Minggu (14/6/2015).

Menurut Apung, dana aspirasi tidak mempunyai dasar hukum yang kuat. Secara undang-undang dana aspirasi tidak masuk dalam sistem penganggaran keuangan negara di Indonesia, khususnya UU No. 17 tahun 2003 tentang keuangan negara.

Selain itu, kata dia, Pasal 12 ayat 2 dalam UU tersebut menyatakan RAPBN disusun berpedoman pada rencana kerja pemerintah, tidak berdasarkan Dapil.

"Oleh karena DPR tidak memiliki instrumen perencanaan yang merupakan domain pemerintah. Argumen memasukan huruf (J) dalam Pasal 80 UU MD3 tahun 2014 tidak berdasar, lemah dan cenderung akal-akalan. Pasal karet ini multitafsir tapi yang pasti, tidak serta merta penyaluran aspirasi Dapil harus bersifat uang atau dana anggaran dari APBN," jelas Apung.

Sementara itu, menurut Direktur Lingkar Madani (Lima) Indonesia, Ray Rangkuti, DPR telah salah memaknai hak anggaran atau budgeting.

"Dalam UU Nomor 17 tahun 2014 tentang MD3 sebagaimana Pasal 70 ayat 2, itu fungsi anggaran hanya untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak. Tetapi bukan menggunakan. Jadi itu salah kaprah," ujar Ray.

Menurut Ray, apa yang harusnya dilakukan DPR adalah bagaimana melakukan pengawasan anggaran bukan menggunakannya.

"Sampai saat ini, itu kan belum direvisi (Pasal 70 ayat 2) karena itu harusnya DPR terus mengawasi bagaimana penggunaan anggaran tersebut bukannya malah menggunakan," tukas Ray. (Mut/Rmn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya