Liputan6.com, Jakarta - Beberapa buaya dengan panjang lebih 2 meter muncul di perairan Kali Porong, Sidoarjo, Jawa Timur. Tidak hanya induk-induk buaya namun anak-anaknya yang masih memiliki panjang 1.5 meter ikut muncul.
Dusun Awar-Awar dan Awar-Awar Gunting, Desa Tambakrejo adalah lokasi yang dipilih para buaya ini. Kapan dan di mana buaya-buaya ini muncul ke permukaan, tak bisa ditebak.
Kali ini seekor buaya muncul ke permukaan. Buaya ini sedang mencari matahari untuk berjemur. Sebagai reptilia berdarah dingin dengan nama latin "krokodilus porosus", memang butuh penghangat untuk menaikkan metabolisme tubuh.
Advertisement
Kemunculan buaya di Kali Porong terusan Sungai Brantas tidak secara tiba-tiba. Sejak 30 tahun silam, warga kerap melihat buaya berkeliaran di Kali Porong.
Buaya muara dikenal sangat agresif dan tergolong paling ganas dibanding jenis buaya lain. Belum jelas jumlah populasi buaya yang muncul di bantaran Kali Porong. Demikian pula asal muasal satwa karnivora ini.
Tim Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Timur mulai melakukan pengamatan. Buaya-buaya muara masuk daftar spesies yang wajib dilindungi.
Skenario evakuasi disusun Tim BKSDA namun evakuasi ditangguhkan. Warga menolak reptil amfibi itu dipindahkan ke habitat asli.
Buaya muara merupakan spesies dengan daya jelajah terluas. Mereka tersebar dari India, Asia Tenggara hingga Australia.
Buaya ini sangat adaptif terhadap kadar garam dalam air atau salinitas. Buaya jenis ini dapat hidup di muara sungai hingga puluhan kilometer menuju hulu.
Kelompok Mahasiswa Biologi Universitas Airlangga dan Komunitas Studi Reptil Albolabris meneliti buaya muara di Kali Porong.
Kelompok ini lebih menitikberatkan pada ekosistem pendukung termasuk tingkat salinitas air sungai. Titik uji berjarak 27 kilometer dari muara yang tentu saja tidak terpengaruh pasang surut air laut.
Hasilnya, dengan kadar garam nol buaya-buaya muara ini masih bisa bertahan hidup.
Serangan Buaya
Data dari sebuah situs berbasis di Australia, Crocbite, menyebut bahwa serangan buaya muara di Jawa dalam 15 tahun terakhir hanya sekali terjadi itu pun di Taman Nasional Ujung Kulon.
Beberapa peneliti buaya menyebut pemicu serangan buaya terhadap manusia lebih disebakan habitat asli buaya yang terganggu oleh kehadiran manusia.
Kawasan hilir Kali Porong kini tak nyaman lagi bagi kehidupan buaya muara. Hasil pengamatan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur memberi bukti.
Pendangkalan terus terjadi di wilayah hilir Kali Porong yang menjadi habitat asli maskot Kota Surabaya ini. Endapan lumpur Lapindo memunculkan pulau-pulau baru dan mengganggu pasang surut air laut yang kaya akan sumber makanan bagi buaya muara.
Terganggunya ekosistem otomatis berdampak pada kehidupan buaya muara. Buaya-buaya di Kali Porong sudah diketahui sejak lama.
Diduga buaya lebih sering muncul akibat sumber daya makanan yang terganggu. Pertemuan buaya dan manusia tak bisa dihindari karena sungai jadi sumber kehidupan banyak makhluk.
Buaya-buaya di Kali Porong sering dikaitkan dengan mitologi setempat. Kemunculannya dipercaya sebagai penanda warga harus melakukan ruwat desa. Lantunan doa dipanjatkan kepada tuhan berharap tidak ada yang menjadi korban.
Bagaimana penelusuran habitat buaya muara di perairan Kali Porong selengkapnya? saksikan tayangan Potret Menembus Batas SCTV, Senin (15/6/2015), di bawah ini.(Nda/Ali)