Liputan6.com, Jakarta - Kebijakan pengenaan pungutan bagi perusahaan atau eksportir produk minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) dalam rangka pengembangan minyak sawit atau CPO supporting fund dianggap mengikuti kebijakan yang telah diterapkan [Malaysia](2252295/ "").
Namun Direktur Utama Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi mengatakan, apa yang diterapkan di dalam negeri berbeda dengan yang diterapkan di negeri jiran tersebut.
Advertisement
"Ini agak berbeda," ujar Bayu di Kantor Kementerian Perekonomian, Jakarta, Senin (15/6/2015).
Meski demikian, ada anggapan kebijakan ini akan membuat persaingan antara Indonesia dengan Malaysia lantaran dua negara penghasil CPO terbesar di dunia, namun Bayu mengaku tidak khawatir.
"Saya terus terang tidak terlalu khawatir karena ada dua alasan. Pertama, kita dengan Malaysia selalu berkomunikasi dengan baik, intensif," lanjutnya.
Bayu menuturkan, meski masing-masing negara mempunyai kepentingan soal komoditas ini, namun Malaysia telah mengakui Indonesia sebagai produsen terbesar di dunia.
"Kepentingan sawit adalah kepentingan dua negara dan kalau dilihat dari kebijakan, mereka juga sudah akui Indonesia sebagai leading market, kita adalah eksportir dan produsen terbesar," kata Bayu.
Oleh sebab itu, Bayu menyatakan pihaknya akan menjalin komunikasi intensif dengan Malaysia menyangkut ekspor CPO.
"Mereka yang menunggu bagaimana kebijakan Indonesia, mereka coba untuk menyesuaikan nanti. Saya rasa kita bisa selesaikan itu dengan berkomunikasi secara intensif antara Malaysia dan Indonesia," tutur Bayu. (Dny/Ahm)