Liputan6.com, Jakarta Mungkin tak ada yang menandingi festival musik Jazz Gunung. Tidak banyak memang panggung musik yang menawarkan padu padan harmoni antara manusia, alam, musik, seni dan budaya. Dengan suhu udara yang mencapai 10 derajat celsius, kabut tipis serta sayup-sayup suara serangga mampu menghadirkan pengalaman unik yang menyegarkan.
Tercatat sejumlah grup jazz keren mengisi hari pertama. Diantaranya tampil grup musik The Swing Bozz Jazz dengan lagu-lagu daerah nusantara yang di-jazz-kan, hingga Tulus yang meski agak serak tetap menebarkan senyumnya ke semua orang.
Advertisement
Di hari kedua, sederet musisi berkumpul menjadi satu. Mulai dari Henri Lamiri dengan Malacca Ensemble hingga Beben Jazz & Friends serta Nita Aartsen Quatro yang berkolaborasi dengan Ernesto Castillo. Tak ketinggalan salah satu headline, Andien.
Jazz Gunung 2015 yang baru saja selesai digelar Jumat dan Sabtu, 12-13 Juni 2015 di Amphitheater Java Banana Bromo, Probolinggo, Jawa Timur itu tak hanya merupakan sebuah festival musik jazz, melainkan lebih ke kesenian dan budaya layaknya festifal Glastonbury di Inggris. Terdapat pameran Batik Glorifying Life karya Dudung Alie Syahbana, yang bisa dinikmati selama pagelaran musik itu berlangsung di Java Banana Art Gallery.
Selama dua hari, pengunjung selain dimanjakan dengan musik jazz, mereka juga tak perlu repot mengurus berbagai hal sendiri, semua telah disiapkan. Serunya lagi, kita juga diajak berkontribusi dengan 'memberi kembali' ke alam melalui kegiatan bersih gunung bersama Sahabat Bromo sekaligus untuk mengenalkan konsep pariwisata ecotourism di sini.
Pengunjung yang berpartisipasi dalam kegiatan Sahabat Bromo selain mendapatkan tiket festival dua hari, tenda beserta kantung tidur, matras, sarapan dan makan siang, fasilitas MCK, kendaraan `ulang alik` dari tenda perkemahan ke panggung Jazz Gunung, juga akses masuk ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Selain menawarkan musik, alam dan seni budaya, Jazz Gunung yang digelar tahunan itu juga bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi kreatif lokal berbasis seni budaya. Karena sumber daya alam bisa habis, sedangkan seni budaya akan abadi. Tak hanya, itu, pagelaran dua hari tersebut juga berdampak kepada ekonomi lokal dimana hadirnya pengunjung mampu meningkatkan pendapatan para pedagang lokal.(Gul/Mer)