Usai Digeser, Belum Ada Investor Tertarik Proyek Cilamaya

Penetapan kawasan pengganti pelabuhan Cilamaya ke Subang diperintahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 16 Jun 2015, 20:09 WIB
Pertamina telah menyampaikan dua konsekuensi yang harus ditanggung pemerintah apabila tetap bersikeras membangun pelabuhan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas menyatakan hingga saat ini belum ada investor yang tertarik untuk menggarap studi kelayakan (feasibility studi/FS) pelabuhan Cilamaya yang diputuskan digeser ke arah Timur, yakni Subang. Japan International Cooperation Agency (JICA) yang semula ingin menjalankan proyek Cilamaya pun enggan untuk melanjutkan proses studi kelayakan.

Pelaksana Tugas Deputi Bidang Evaluasi Kinerja Pembangunan Bappenas, Arifin Rudianto mengatakan, lahan yang dibutuhkan untuk membangun pelabuhan Cilamaya di wilayah Subang belum tersedia.

"Investornya pun belum ada yang mau karena harus menghitung ulang atau mengkaji ulang. Jadi mesti ada FS di Subang. Mungkin juga belajar dari JICA," tegas dia saat berbincang dengan Liputan6.com, Jakarta, Selasa (16/6/2015).

Arifin mengaku, penetapan kawasan pengganti pelabuhan Cilamaya ke Subang diperintahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Dia pun menceritakan kembali duduk perkara batalnya pembangunan pelabuhan Cilamaya di Karawang itu dan bergeser ke wilayah Timur Karawang.

"Cilamaya sebelumnya mau dibangun karena ada studi yang mengatakan kebutuhan bongkar muat lima tahun ke depan 22,5 juta TEUS, tapi pelabuhan Tanjung Priok dan Kalibaru cuma bisa nambah 15 TEUS, sehingga kurang 7,5 TEUS," terangnya.

Lanjut dia, untuk memproduksi atau menambah kapasitas bongkar muat 7,5 juta TEUS membutuhkan puluhan ribu hektare (ha) lahan. Sementara setiap 1 ha hanya menghasilkan tambahan 40 TEUS per tahun.

"Jadi perkiraan butuh 180 ribu ha lahan industri untuk memenuhinya. Sedangkan di Karawang lahannya enggak sebanyak itu," jelasnya.

Jika memaksa dibangun di Karawang, tambah dia, maka harus ada perluasan lahan industri dan akhirnya berkompetisi dengan lahan persawahan. Tentu, menurut Arifin, proyek ini akan bertentangan dengan upaya ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah Jokowi.

Sekadar informasi, Bappenas sebelumnya memastikan kajian rencana pembangunan pelabuhan Cilamaya, Karawang, Jawa Barat, kurang lengkap sehingga terpaksa harus digeser ke Timur Cilamaya. Padahal kajian tersebut berlangsung di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Kajian pelabuhan Cilamaya kemarin belum lengkap, tidak memasukkan hal penting, seperti ada 200 anjungan dan sumur minyak gas (migas). Lalu diputuskan tidak mungkin dibangun di Cilamaya," tegasnya.

Sebagai alternatif atau pengganti, pembangunan pelabuhan bergeser ke arah Timur. Namun penentuan lokasi pelabuhan tersebut harus menunggu kajian tambahan.

"Ini sifatnya kajian tambahan, bukan kajian ulang dari yang sebelumnya. Jadi nanti akan dilihat kebutuhannya, karakter lokasinya," papar dia.

Dijelaskannya, kajian ini akan melibatkan pihak swasta termasuk pembangunannya. Pemerintah, sambung Andrinof, mungkin saja ikut menanamkan modalnya ke proyek ini. "Nanti kita lihat mana yang lebih menguntungkan. Kalau bisa swasta kan enak, pemerintah tidak perlu keluar uang," terang Andrinof.

Dia mengaku, kajian tambahan penentuan lokasi pelabuhan pengganti Cilamaya memakan waktu sekira 6 bulan. Itu artinya kajian harus selesai pada tahun ini. "Kajian itu untuk menentukan lokasi persis pelabuhan sebagai bagian dari proses pembangunan," kata Andrinof. (Fik/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya