Australia Suap Kapal Imigran karena Penjagaan Perairan RI Lemah?

Belakangan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyarankan RI untuk memperbaiki sistem penjagaan di wilayah perairan.

oleh Audrey Santoso diperbarui 16 Jun 2015, 20:55 WIB
Panglima TNI Moeldoko (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kabar dugaan praktik membayar kapten dan kru kapal untuk membawa imigran gelap ke Indonesia oleh pemerintah Australia membuat resah warga Tanah Air. Apalagi belakangan Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menyarankan RI untuk memperbaiki sistem penjagaan di wilayah perairan, dibanding menyalahkan negaranya.

Terkait hal ini Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko mengakui, penjagaan di wilayah air nusantara memang lemah. Hal ini, lantaran kekuatan angkatan bersenjata Indonesia masih belum memadai dari sisi alat utama sistem pertahanan (alutsista).

"Kalau kita turun ke laut, begitu panjang batas garis pantai kita, yaitu 81 ribu kilometer. Dengan kekuatan angkatan bersenjata kita yang angkatan lautnya masih belum memadai, ditambah lagi dukungan yang kurang," kata Moeldoko di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (16/6/2015).

"Sehingga ada beberapa sektor yang kadang-kadang kita kecolongan," imbuh dia.

Moeldoko mengatakan, kelemahan tersebut harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Indonesia ke depannya. Karena konteks lemahnya penjagaan bukan berada pada kemampuan aparatnya. Melainkan alutsista yang dimiliki belum mumpuni.

Salah satu contoh, kata Moeldoko, sistem radar yang belum mampu mendeteksi dengan canggih.

"Ini mesti harus menjadi atensi kita semuanya ke depan dengan serius. Karena titik beratnya dalam konteks itu adalah bukan hanya kemampuan kapal yang kita miliki. Tapi kemampuan radar yang kita miliki, kemampuan dukungan yang kita miliki," ujar Moeldoko.

Moeldoko menambahkan, TNI akan mengevaluasi segala kekurangan itu untuk terus melakukan perbaikan.

"Kalau itu bagian dari kekurangan kami, kita akan selalu evaluasi," tandas Moeldoko.

Angkatan Laut Indonesia yang berjaga di Pulau Rote menangkap kapal berpenumpang 65 imigran gelap yang terdiri dari 54 orang Sri Lanka, 10 orang Bangladesh, dan seorang warga Myanmar.

Ketika kapten kapal dimintai keterangan, dia mengaku telah diberi sejumlah uang oleh aparat penjaga perairan Australia untuk memutarbalikkan arah kapal masuk ke wilayah Indonesia.

Sementara itu Perdana Menteri Australia Tony Abbott tidak menepis ketika ditanya soal pembayaran kepada awak perahu untuk memutar balik ke Indonesia.

Dia justru mengatakan, personel imigrasi telah mengembangkan strategi 'kreatif' untuk menghentikan kedatangan perahu-perahu pengangkut imigran.

"Kami telah menghentikan perdagangan (manusia) dan kami akan melakukan apa yang bisa dilakukan untuk memastikan itu tetap berhenti," kata Abbott seperti dikutip dari BBC. (Ndy/Sss)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya