Fraksi Hanura Tolak Program Dana Aspirasi Rp 11,2 Triliun

DPR menerima dana reses untuk masyarakat di daerah pemilihannya senilai Rp 150 juta per anggota.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 18 Jun 2015, 13:20 WIB

Liputan6.com, Jakarta - Setelah Fraksi Partai Nasdem, kini giliran Fraksi Partai Hanura yang menolak usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) atau lebih dikenal dengan dana aspirasi. Total dana untuk program itu mencapai Rp 11,2 triliun yang akan dianggarkan di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016.

"Fraksi Partai Hanura DPR RI menyatakan dengan tegas menolak hadirnya dana aspirasi sebesar Rp 20 Miliar untuk setiap anggota DPR," kata Ketua Fraksi Hanura Nurdin Tampubolon di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (18/6/2015).

Nurdin menyatakan, Hanura belum melihat urgensi dari usulan dana aspirasi ini. Sebab, penganggaran dana pembangunan di daerah bukan lah tugas DPR. Anggota DPR hanya bertugas untuk menyerap aspirasi masyarakat dan menyampaikannya ke pemerintah, bukan menjadi kuasa anggaran.

"Fraksi Partai Hanura tidak ingin mengambil tugas-tugas yang bukan menjadi fungsi dari DPR , karena hanya akan menimbulkan masalah baru dan tumpang tindih dengan program pemerintah," ujar Nurdin.

Selain itu, kata Nurdin, Anggota DPR juga selama ini sudah menerima dana reses dalam rangka menyerap aspirasi masyarakat di daerah pemilihannya senilai Rp 150 juta per anggota.

Fraksi Hanura, kata dia, juga kerap memberikan fasilitas bagi anggota DPR yang reses yang berasal dari kas partai hasil sumbangan kader.

"Fraksi Partai Hanura setelah ini akan lebih fokus mengawal program pemerintah yang masih belum maksimal, utamanya mengenai perlambatan ekonomi, menurutnya nilai tukar, serta harga sembako yang melambung tinggi," ucap Nurdin Tampubolon.
 
Sejauh ini, baru Hanura dan Nasdem yang sudah menyatakan penolakannya secara resmi terhadap dana aspirasi ini. Fraksi Partai Demokrat juga sudah menyatakan sikap resmi, namun akan menunggu penjelasan pemerintah. (Mvi/Mut)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya