Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mempertanyakan maksud dan tujuan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) atas rencana merevisi Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rencana revisi tersebut dimasukkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015.
"Sekarang apa tujuan Undang-undang KPK direvisi? Yasona Laoly belum pernah menjelaskan itu. Kita bahkan belum pernah lihat naskah akademik dan draft-nya seperti apa," ujar Lalola Easter, salah satu peneliti hukum ICW di Kantor ICW, Jakarta Selatan, Minggu (21/6/2015).
Meski demikian, ICW mengapresiasi sikap dan langkah yang diambil Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang telah menolak rencana pembahasan revisi UU KPK.
ICW menekankan bahwa langkah atau keputusan yang diambil Jokowi bukanlah pernyataan pribadi, melainkan pernyataan sebagai presiden yang harus dipatuhi oleh jajaran atau kabinetnya.
"Kami apresiasi Jokowi tolak itu. Orang-orang di bawahnya harus dipastikan untuk melaksanakan. Jangan sampai tidak sejalan. Jangan sampai revisi membonsai KPK," pungkas Lalola.
Beda Sikap Jokowi dan Menkumham
Penolakan Jokowi atas revisi UU KPK disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki. Dia mengatakan Jokowi secara tegas menolak revisi UU KPK dalam rapat terbatas yang digelar di Kantor Presiden, Jumat 19 Juni lalu.
"Presiden katakan tidak ada keinginan untuk melemahkan KPK. Maka dari itu, usulan revisi KPK dengan 5 poin, Presiden menolak. Kami akan bekerja dengan undang-undang yang ada," ujar Ruki di Kantor Presiden.
Sebagai pimpinan KPK, dia cukup lega mendengar pernyataan Presiden. Sebab, polemik tentang revisi UU KPK akan berakhir. KPK pun akan tetap bekerja sesuai dengan undang-undang yang ada. "Itu membuat KPK lega, bebas tidak saling curiga," tutur dia.
Namun, sebelumnya Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly dengan tegas mengatakan UU KPK bukanlah sebuah kitab suci yang haram untuk direvisi.
"Jangan kita mengatakan seolah-olah (UU KPK) itu kitab suci," kata Yasonna di Gedung BNN Cawang, Jakarta Timur, Kamis 18 Juni 2015.
Yasonna mencontohkan kasus yang menimpa 2 pimpinan KPK beberapa waktu lalu. Saat itu, Abraham Samad yang menjadi ketua KPK dan Bambang Widjojanto yang menjabat Wakil Ketua KPK ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
"Contohnya ada kesalahan yang lalu, pimpinan kolektif kolegial yang 5 itu. Kalau nanti yang 2 bermasalah bagaimana," kata Yasonna.
Yasonna juga menyoroti masalah kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK. Menurutnya, dalam undang-undang tidak ada contoh penyadapan. "Mereka (KPK) sudah punya aturan, ya sudah, buat dalam undang-undang. Jangan di dalam peraturan internal," kata Yasonna. (Ado/Yus)
ICW Pertanyakan Rencana Menkumham Merevisi UU KPK
ICW mengapresiasi sikap dan langkah yang diambil Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang telah menolak rencana pembahasan revisi UU KPK.
diperbarui 21 Jun 2015, 15:43 WIB Yasonna Hamonangan Laoly (Liputan6.com/Andrian Martinus Tunay)
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Pilgub Sumsel, Eddy Santana-Riezky Aprilia Ajak Masyarakat Tolak Politik Uang
Kementan Paparkan Tata Cara Pendaftaran Brigade Swasembada Pangan, Berikut Kriterianya
Kasus Polisi Tembak Polisi, Akademisi: Proses Secara Hukum yang Berlaku
Top 3 Islami: Menurut Gus Baha Gelar Hajatan Itu Haram, Ini Alasannya
Cuaca Hari Ini Sabtu 23 November 2024: Jakarta Pagi Hingga Malam Berawan dan Berawan Tebal
Ford Ungkap Tiga Produk Barunya di GJAW 2024, Ada yang Harga Rp 1,3 Miliar
7 Tips Raih Kesuksesan Sebelum Usia 30 Tahun
3 Resep Cheesecuit, Kreasi Biskuit untuk Piknik di Akhir Pekan
Laporan Bybit dan Blocks Scholes Sambut Donald Trump sebagai Presiden Kripto AS
Tips Rajin Belajar: Panduan Lengkap untuk Meningkatkan Semangat dan Prestasi Akademik
Menikmati Keindahan Lubuak Ranting, Hidden Gem di Tanah Minang
Wamenpora Taufik Hidayat Semringah Kejuaraan Renang Antarklub 2024 Diikuti 900 Atlet Muda