Rapat Komisi I DPR dengan BIN, Menlu dan TNI Bahas Tapol Papua

Rapat tersebut terkait surat Presiden Jokowi ke DPR tentang pemberian amnesti dan abolisi atau penghentian perkara tahanan politik Papua.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 22 Jun 2015, 12:27 WIB
Kiboud Maulana ternyata memiliki pengaruh kuat di kalangan pecinta musik. Salah satu yang menyesalkan kepergiannya adalah Tantowi Yahya.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi I DPR menggelar rapat konsultasi bersama Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Marciano Norman, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Panglima TNI Jenderal Moeldoko. Rapat tersebut terkait surat Presiden Joko Widodo atau Jokowi kepada DPR tentang pemberian amnesti dan abolisi atau penghentian pemeriksaan perkara bagi tahanan politik Papua.

"Hari ini Komisi I mengundang Kepala BIN, Menlu, dan Panglima untuk rapat konsultasi terkait amnesti dan abolisi tahanan politik Papua," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Tantowi Yahya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Selatan, Senin (22/6/2015).

Politisi Partai Golkar itu menyebutkan, Pimpinan DPR telah menerima surat dari Presiden Jokowi terkait rencana memberikan pengampunan terhadap sejumlah tahanan politik Papua.

"DPR RI sudah menerima surat presiden tertanggal 7 Mei 2015 terkait amnesti dan abolisi. Rapat konsultasi pengganti Bamus memutuskan perlunya pendalaman terkait amnesti dan abolisi," tandas Tantowi.

Rapat antara Komisi I DPR, Kepala BIN, ‎Menteri Luar Negeri dan Panglima TNI tersebut dilangsungkan secara tertutup.

>> Pendampingan Jurnalis Asing >>


Pendampingan Jurnalis Asing

Pendampingan Jurnalis Asing

Presiden Jokowi telah mengumumkan, wartawan asing bebas masuk ke Papua seperti halnya ke daerah lain di Indonesia. Pengumuman ini disampaikan usai panen raya di Wapeko, Distrik Kurik, Merauke, Papua, Minggu 10 Mei 2015.

Terkait itu, Panglima TNI Jenderal Moeldoko mengusulkan agar para jurnalis asing yang ingin meliput di Papua mendapat pendampingan.

"Saya mempertimbangkan teman-teman pers asing perlu didampingi," kata Moeldoko di sela-sela rapat dengan Komisi I, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2015).

Mantan Pangdam Siliwangi itu menegaskan, pertimbangan tersebut bukan berarti untuk memberikan pembatasan kepada media asing. Namun, pendampingan dilakukan untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

"Jadi kalau terjadi sesuatu kita bisa memberikan saran, pendampingan dll. Dari kami seperti itu,"  tegas Moeldoko.

Bahkan, jenderal bintang 4 itu menjamin TNI tidak memiliki kepentingan apa pun dengan usul yang ia ajukan. Terutama karena Presiden Jokowi sudah memberikan kepastian bagi media asing untuk meliput di salah satu wilayah konflik yang ada di Indonesia itu.

"Kita tidak ada kepentingan apa-apa, kepentingannya agar teman-teman (pers asing) terjaga," tandas Moeldoko.

Sementara itu Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, sebelum Jokowi memberikan pengumuman mengenai dibebaskannya media asing untuk datang ke Papua, pemerintah juga telah membuka akses mengenai hal tersebut.

"Kita ada datanya. Tahun 2014 itu ada 22 kunjungan yang disetujui. Penolakan atau Papua daerah tertutup itu tidak ada. Pemerintah tidak pernah melarang kunjungan pers asing atau kunjungan orang asing ke Papua. Tidak pernah ada larangan itu," ucap Menteri Retno.

Retno menyatakan, jikapun memang ada wartawan asing yang tidak diizinkan masuk ke Papua, karena ada kekurangan administratif atau jika kondisi di Papua yang sedang kurang kondusif sehingga dapat mengancam keselamatan.

"Praktis memang tidak ada penolakan. Kecuali memang syarat administratif yang kurang, dan mungkin bila kondisi keamanannya tidak memungkinkan atau kurang kondusif. Setelah ada arahan baru dari presiden, disambut baik oleh dunia internasional," tandas Retno. (Fiq/Mut)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya