Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) akan mengubah kebijakan penyaluran subsidi listrik dari barang menjadi langsung dalam bentuk tunai ke rumah tangga sasaran, yakni pelanggan listrik 450 VA sampai 900 VA. Upaya ini dilakukan agar konsumsi listrik masyarakat golongan tersebut tidak terganggu.
"Subsidi diutamakan langsung ke rumah tangga," tegas Menteri Keuangan (Menkeu), Bambang Brodjonegoro usai Rapat Lanjutan Pembahasan Kerangka Ekonomi Makro 2016 di Gedung DPR, Jakarta, Senin (22/6/2015).
Lebih jauh Bambang beralasan, kebijakan tersebut ditempuh supaya rumah tangga 450 VA-900 VA tetap dapat mengonsumsi listrik.
"Supaya enggak terganggu dalam bayar listrik. Yang penting kami menjamin mereka enggak terganggu dalam mendapatkan listrik. Jadi tetap bisa bayar gak putus listriknya," jelas dia.
Sayang, dia masih belum mau menyebut besaran subsidi tunai yang akan ditransfer ke rekening pelanggan rumah tangga 450 VA-900 VA.
Advertisement
"Enggak tahu, tergantung nanti itungan teknisnya. Yang pasti subsidi listriknya berkurang, berkurang ke PLN tapi bertambah di subsidi rumah tangganya," cetus dia.
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyarankan dua cara paling bijak untuk mengurangi subsidi listrik golongan 450 VA-900 VA yang dikategorikan kelompok miskin. Pendapat tersebut menyusul dukungan YLKI terhadap upaya pemerintah untuk mencabut subsidi listrik terhadap golongan ini secara bertahap.
Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menolak rencana pemerintah untuk menghapus penuh subsidi listrik bagi kelompok 450 VA-900 VA. Namun setuju apabila dikurangi mengingat kelompok ini tak pernah dipungut kenaikan tarif listrik sejak 2003.
"Beban subsidi listrik memang sudah tidak rasional lagi setiap tahunnya menyedot Rp 75 triliun. Tapi jangan dihapus total karena 80 persen masyarakat kita konsumsi listrik 450 VA-900 VA," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com.
Menurut Tulus, pengurangan subsidi listrik terhadap golongan ini bisa dengan cara menaikkan tarif listrik sebesar 5 persen sampai 15 persen per tiga bulan. Besaran ini, dinilai dia, tidak memberatkan masyarakat kelas bawah.
Cara lain, sambungnya, menetapkan kuota KwH tertentu untuk penggunaan listrik 450 VA-900 VA. Idealnya pemakaian yang bisa disubsidi 30 KwH-40 KwH per bulan dan itu cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga seperti penerangan, televisi, setrika.
"Kalau pemakaian lebih dari itu, maka dikenakan tarif keekonomian. Seperti di negara Afrika Selatan, listrik digratiskan untuk orang miskin tapi tidak boleh lebih dari berapa KwH," papar Tulus. (Fik/Nrm)