Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP Partai Golkar hasil Munas Ancol, Leo Nababan menyatakan, pihaknya menolak rencana revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut dia, revisi UU KPK ini akan semakin mempersulit kinerja lembaga antirasuah tersebut dalam memberantas korupsi.
"Kami tolak revisi UU KPK. Tidak ada yang perlu direvisi. Jangan bohongi rakyat," ucap Leo di sela-sela acara buka puasa bersama di Kantor DPP Partai Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Senin (22/6/2015) malam.
Leo menilai, hal yang paling krusial dalam revisi tersebut, yakni soal pembatasan akan wewenang KPK dalam penyadapan. Dia menambahkan, selama ini KPK bekerja mengungkap kasus korupsi salah satunya dengan melakukan penyadapan terhadap orang yang dicurigai. Jika kebijakan mengenai penyadapan dibatasi, maka setiap bentuk korupsi akan semakin sulit dilacak.
"Kalau penyadapan dicabut, penangkapan di Banyuasin tidak akan terjadi," ketus dia.
Bahkan Leo pun menuding, munculnya rencana revisi UU Pilkada ini lahir dari Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie. Seharusnya, kata Leo, kubu Aburizal dan partai lainnya di DPR dapat melihat risiko jika revisi UU KPK ini dilakukan.
"Pihak Ical kan yang ngotot revisi itu dan kami tegaskan kubu Agung menolak. Biarlah masyarakat menilai mana Golkar putih dan mana Golkar hitam," tandas Leo Nababan.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Riau dan Bali, Aburizal Bakrie atau Ical mengatakan KPK perlu adanya Surat Penghentian Penyidikan (SP3) dan aturan mengenai penyadapan.
Ia pun menepis anggapan soal revisi UU KPK adalah pelemahan lembaga antirasuah itu. Ical mencontohkan bagaimana orang berkuasa itu harus ada batasannya.
"Saya kira ini sebagai penguatan KPK dengan cara bagaimana ia lebih baik. Tidak boleh orang berkuasa enggak punya batas. Pasti harus ada batasnya," tutur Ical usai buka bersama Koalisi Merah Putih (KMP) di Hotel Shangri-La, Jakarta, Minggu malam 21 Juni 2015.
Advertisement
Sementara itu Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menegaskan belum ada penolakan resmi dari Presiden Jokowi terhadap revisi Undang-undang KPK yang diajukan oleh DPR. Ia pun menganggap sikap tegas penolakan Jokowi yang disampaikan oleh pihak Istana karena belum mendapat masukan dari DPR RI selaku pengusul revisi.
"Enggak ada penolakan, belum ada penolakan. Itu kan istilahnya perasaan hati, perasaan hati. Perasaan hati karena belum mendapatkan masukan," ujar Fahri usai mengikuti buka puasa bersama di kediaman Ketua MPR Zulkifli Hasan di Jalan Widya Chandra, Jakarta Selatan, Senin malam 22 Juni 2015.
Ia justru meyakini Jokowi akan menyetujui revisi tersebut. Alasannya, Presiden Jokowi saat ini mulai mendapatkan masukan tentang apa yang selama ini terjadi dengan KPK dan perlu adanya revisi terhadap Undang-undang KPK.
"Memang harus dievaluasi, tidak mungkin tidak ada apa-apa. Ini banyak masalah karena itulah Presiden mulai mengerti, o begitu toh," beber Fahri. (Ans/Dan)