Liputan6.com, New York - Negara-negara berkembang dan para pemasok barang komoditas tengah berkutat menghadapi persoalan turunnya permintaan dari China lantaran perlambatan sektor properti yang menekan pertumbuhan negara dengan perekonomian terbesar di dunia tersebut.
Dilansir dari Bloomberg, Rabu (24/6/2015), dengan pelemahan ekonomi China itu, awalnya hanya negara-negara berkembang yang terkena dampak negatifnya. Para eksportir Jepang, Amerika Serikat, dan Jerman awalnya menunjukkan performa yang lebih baik lantaran masih mampu memasok barang modal seperti mesin yang dibutuhkan China.
Advertisement
Sayangnya, para ekonom UBS Group AG Donna Kwok, Wang Tao dan Jennifer Zhong mengatakan, perlambatan ekonomi China akan segera menjadi tekanan global termasuk pada negara-negara dengan perekonomian terbesar di dunia.
"dengan penurunan sektor properti China yang berkelanjutan tahun ini, kemungkinan ada penurunan dalam jangka lebih panjang untuk impor industri asing. Komoditas, pengolahan ulang dan eksportir negara maju akan terkena dampak melemahnya permintaan China tahun ini," tutur para analis dalam laporannya beberapa waktu lalu.
Melambatnya pertumbuhan ekonomi China bukan kabar baik bagi negara-negara lain yang semakin bergantung pada China. Selama 10 tahun terakhir, China memang mengundang banyak negara untuk berperan sebagai eksportir dan memposisikan negaranya sebagai pasar ekspor terbesar di dunia.
Pada periode yang sama, AS hanya memiliki setengah eksportir dibandingkan yang memasok barang ke China. Mengenai ekspor sebagai bagian dari presentase produk domestik bruto, hampir setiap negara di mana cabang UBS tersedia melihat adanya potensi peningkatan tekanan dari China.
Negara-negara tersebut adalah Jepang, Korea Selata, AS, Brasil, Kanada, Chili, Jerman, dan Australia. Untuk eksportir komoditas seperti Afrika Selatan, Australia, Indonesia dan Brasil, dampak perlambatan China sudah pasti akan negatif. (Sis/Ndw)