Carut Marut Sistem Penggajian Picu Korupsi Merajalela di RI

Tindakan kriminal memakan uang rakyat ini marak terjadi karena kesalahan sistem penggajian para pejabat negara di Tanah Air.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 24 Jun 2015, 14:21 WIB
Ilustrasi PNS Naik Gaji

Liputan6.com, Jakarta - Korupsi selalu menjadi perhatian khusus masyarakat Indonesia. Tindakan kriminal memakan uang rakyat ini marak terjadi karena kesalahan sistem penggajian para pejabat negara di Tanah Air, mulai dari Presiden, Menteri sampai para pimpinan lembaga negara.

Pelaksana Tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (Plt KPK), Taufiqurrachman Ruki dalam Penandatanganan Komitmen Pengendalian Gratifikasi mengungkapkan, korupsi ada bukan saja karena ada pejabat nakal, tapi juga kesalahan sistem.

"Sistem penggajian kita enggak beres. Coba siapa penanggung jawab utang Rp 2.500 Indonesia? Atau soal kesejahteraan 250 juta penduduk Indonesia? Jawabannya Presiden kan. Tapi kenapa gaji Presiden jauh di bawah Gubernur Bank Indonesia (BI), jauh dari gaji Dirut Bank Mandiri atau Dirut Pertamina," tegas dia di kantor Kemenkeu, Jakarta, Rabu (24/6/2015).

Ruki menegaskan, perlakuan yang tidak adil bagi Presiden ini tentu akan berbuntuk ketidakadilan pula bagi pendapatan para menteri dan pejabat negara lain.

"Gaji menteri saja sama dengan saya yang cuma Rp 19 juta per bulan. Kesalahan sistem inilah yang bisa menimbulkan korupsi kecil-kecilan," keluhnya.

Dia menambahkan, institusi yang menjadi lahan basah segala bentuk penyelewengan maupun korupsi adalah Direktorat Jenderal Pajak, mulai dari penentuan tarif pajak sampai sengketa pajak. Ruki mencontohkan kasus Bupati Musi Banyuasin.

"DPR minta 3 persen dari APBD itu sebesar Rp 17,5 miliar, tapi mungkin diserahkan Rp 35 miliar. Bagi-bagi mereka semua, dimakan juga Bupati dan lainnya, akhirnya rakyat menderita. Kami minta kepada Kemenkeu untuk mengubah sistem penyusunan APBD di Sumsel, jangan sampai Gubernur diperas DPR," tegas Ruki.

Korupsi, katanya, muncul karena buruknya sistem di Indonesia dan sikap serakah dari masing-masing individu. Dengan demikian diperlukan perbaikan dan pembenahan sistem oleh seluruh Kementerian/Lembaga atau institusi.

"Bulan puasa saja yang haram dan halal diembat juga. Kalau masing-masing entitas enggak memperbaiki sistem, maka tunggu negeri ini hancur," ucap Ruki.(Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya