Pengusaha Kapal Terdampak Penurunan Harga Minyak

Pemerintah secara bertahap telah melakukan peninjauan ulang terhadap beberapa kontrak-kontrak kerja sama perkapalan yang berasas cabotage.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 25 Jun 2015, 11:52 WIB
Ilustrasi kapal. (Channel News Asia)

Liputan6.com, Jakarta - Harga minyak dunia saat ini masih bergerak di ‎level rendah dimana masih berkisar di harga US$ 60 per barel untuk jenis Light Sweet di New York Mencantile Exchange.

Mengantisipasi hal itu, pemerintah secara bertahap telah melakukan peninjauan ulang terhadap beberapa kontrak-kontrak kerja sama dalam melakukan distribusi perkapalan yang berasas cabotage.

Para pengusaha perkapalan yang tergabung dalam Indonesia Nastional Shipowners Association (INSA) meminta kepada pemerintah untuk tidak semena-mena dalam melakukan negosiasi kontrak itu‎ tanpa memperhatikan para pengusaha.

"Kalau ditinjau ulang kami sudah bicara ke kepala SKK Migas supaya menyampaikan ke K3S agar supaya tidak semena-mena memutuskan kontrak, harus dilihat kembali, kalau memang harus nego, dinegosiasikan kembali secara benar," tegas Ketua Umum INSA, Carmelia Hartoto, Kamis (25/6/2015).

Dijelaskan Carmelia, perusahaan-perusahaan tersebut dengan telah mendapatkan kontrak pengangkutan barang dari awal, maka telah memiliki kewajiban pembayaran ke bank-bank sebagai sumber pendanaan para pengusaha.

Untuk itu, keberlangsungan kontrak sebagai penyumbang pendapatan masing-masing perusahaan menjadi hal yang harus tetap di‎jalankan meski harus disesuaikan dengan harga minyak dunia.

Carmelia menambahkan keberlangsungan industri pelayaran di Indonesia sedang berada pada titik yang menentukan. Momentum ini yang menurutnya harus terus dijaga oleh pemerintah.

"Sektor pelayaran telah mengalami kemajuan cukup pesat dalam satu dekade terahir, hal itu tampak dari peningkatan jumlah kapal niaga nasional secara signifikan," tegasnya.

Dia mencatat kapasitas yang ada saat ini juga ikut meningkat. Kapasitas terpasang kapal niaga nasional pada bulan Juli 2014 mencapai 20,1 juta gross ton (GT) atau tumbuh 254 persen dibandingkan pada tahun 2005 yang hanya 5,67 juta GT. (Yas/Gdn)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya