Liputan6.com, Bandung - Sebagian besar warga Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, hidup sebagai petani. Dataran tinggi Ciwidey terkenal sebagai penghasil aneka sayuran dan juga buah strawberry.
Di desa ini tinggalah seorang petani sederhana, Atep Supriatna. Atep ingin desanya lebih bersih dan maju di segala bidang.
Atep pun bertindak. Sekitar tiga tahun lalu Atep merintis beroperasinya bank sampah. Atep merasa bank sampah akan membantu desanya jadi lebih bersih, sekaligus memberikan kesempatan bagi warga desa untuk mendapat dana tambahan. Puluhan warga desa akhirnya jadi nasabah bank sampah.
"Ketika melihat salah satu sampah yang menjadi nilai uang, itu kita bawa kita tampung, apa salahnya? Itu efek sosialnya ketika lingkungan kita menjadi bersih," kata Atep Supriatna, penggerak pembangunan desa.
Bagi Atep, bank sampah semata ternyata belum cukup. Dia melihat hidup petani setempat yang menjadikan pekerjaan di kebun sebagai prioritas. Pendidikan anak dianggap tidak terlalu penting.
Atep ingin mengubah situasi itu. Tak lama setelah bank sampah beroperasi, ia menggagas pendirian pendidikan anak usia dini.
Boleh dikata sekolah ini gratis. Para murid bisa membayar uang sekolah dengan sampah plastik yang disetor ke bank sampah. "Cukup meringankan dan membantu buat kebersihan juga, meringankan pembayaran (sekolah)," ujar Entin, orangtua murid warga Ciwidey.
Rupanya kreativitas Atep tidak berhenti pada bank sampah dan sekolah untuk anak. Lulusan SMA ini menggerakkan warga untuk bersama-sama mengumpulkan sampah organik yang bisa diolah jadi listrik.
"Alhamdulillah waktu itu ada dukungan dari pemerintah, kita mendapatkan bantuan berupa mesin pencacah organik maupun mesin biodiesel, nanti menghasilkan energi listrik dan energi gas, bisa disebut dari kotoran sapi ataupun dari sampah organik," ungkap Atep.
Sekarang listrik ala Atep sudah menerangi mandi cuci kakus (MCK) dan area kecil sawah. Rencana Atep, jaringan listriknya akan terus diperluas dan masyarakat pun mendukung upaya Atep.
Atep yang kini berusia 35 tahun belum akan berhenti. Karena semua kegiatannya dimulai dengan biaya dari kantongnya sendiri, Atep menyatakan tengah menabung untuk mendapat modal memperluas proyek-proyek pembangunan desanya.
"Apa yang saya lakukan ini hal kecil, tapi dalam artian itu kita mampu bicara atau mampu melakukan hal yang positif untuk lingkungan kecil kita juga," pungkas Atep.
Saksikan kisah mulia Atep selengkapnya dalam Sosok Minggu Ini yang ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Minggu (28/6/2015), di bawah ini. (Dan/Sun)
Advertisement