Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Koalisi Posko Pemantau Peradilan, Julius Iberani menilai, Komisioner Komisi Yudisial (KY) periode 2010-2015 tidak pernah memanfaatkan kesempatan untuk mengubah sistem peradilan menjadi lebih baik. Karena itu, Koalisi berharap calon-calon komisioner KY mendatang tidak seperti Ketua KY Suparman Marzuki cs yang dinilai tidak memenuhi harapan tersebut.
Apalagi saat ini KY tengah membuka rekrutmen calon komisioner baru periode berikutnya. "Saya katakan setiap ada laporan yang masuk, seharusnya bisa jadi batu loncatan (Komisi Yudisial), kesempatan untuk mengubah sistem peradilan kita lebih baik," ucap Julius dalam diskusi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (28/6/2015).
Julius mengatakan, momen perubahan yang dimaksud itu terkait dengan pelaporan pihaknya. Salah satu laporannya soal dugaan pelanggaran kode etik hakim Sarpin Rizaldi mengenai putusan praperadilan Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan.
"Itu harusnya dijadikan momentum yang kuat oleh para Komisioner KY. Apa pun halang rintangnya," ujar Julius.
Julius coba membandingkan dengan Komisioner KPK. Yakni Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang pada akhirnya dikriminalisasi. Menurut Julius, Abraham dan Bambang berani bertindak untuk melakukan perubahan dalam dunia peradilan.
"Komisioner KPK pun begitu, apa pun halang rintangnya, ini dianggap besar, sistemik, mencakup struktur yang luar biasa, hajar. Apa pun halangannya. Itu sudah tugas. Nah kami melihat laporan hakim Sarpin dan Sekretaris MA yang sudah kita laporkan sejak lama, tapi tidak ada hasil," imbuh Julius.
Ancaman Kriminalisasi
Julius pun memandang, Komisioner KY periode saat ini merasa ada ketakutan dikriminalisasi jika berani berbuat untuk mengubah sistem peradilan. Mengingat, KY bisa memproses Sarpin untuk menghentikan 'Sarpin Effect' atas putusan praperadilan Budi Gunawan.
"Ini kami merasa ada ketakutan yang luar biasa (dari komisioner KY). Apa yang dianggap mengancam dirinya dari konstelasi yang ada? Harusnya ini tidak menjadi pertimbangan untuk tidak memeriksa Sarpin," papar dia.
"Jadi kami merasa, periode kemarin itu tidak menjadikan sebagai momen kesempatan untuk melakukan perubahan. Terlebih habis itu betul-betul ada 2 komisioner dilaporkan (ke Bareskrim Polri)," urai Julius.
Adapun Koalisi Posko Pemantan Peradilan ini itu terdiri sejumlah LSM. Di antaranya MaPPI FHUI, ICW, OLR, PSHK, YLBHI, LBH Makassar, LBH Surabaya, LBH Medan, LBH Padang, LBH Bandung, LBH Yogyakarta, dan Pokja 30 Samarinda.
Panitia Seleksi Calon Komisioner Komisi Yudisial telah menutup pendaftaran sejak 21 Mei 2015 lalu. Dari 81 orang yang mendaftar, 75 peserta di antaranya berhasil lolos seleksi administrasi dan mengikuti tahap selanjutnya.
Mereka yang lolos dalam seleksi tahap pertama itu terdiri dari 63 laki-laki dan 12 perempuan. Mereka berasal dari berbagai macam latar belakang, yakni 9 orang mantan hakim, 27 orang akademisi hukum, 26 orang praktisi hukum, dan 13 orang anggota masyarakat.
Sementara dari latar belakang akademik, ada 3 pendaftar yang memiliki gelar profesor dan 29 pendaftar bergelar doktor. (Ans/Ali)
Advertisement