Liputan6.com, Jakarta - Manajer Advokasi Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi menilai terdapat gejala kuat adanya 'perampokan' secara sistematis dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2016 untuk dana politik. Gejala itu terlihat dari 2 upaya yang tengah 'diperjuangkan' DPR.
"Pertama, dana aspirasi sebesar Rp 11,2 triliun setiap tahun. Kedua, dana bantuan keuangan partai politik hingga Rp 10 triliun per tahun," kata Apung dalam diskusi di kawasan Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (28/6/2015).
Untuk dana aspirasi, Apung menjelaskan, pihaknya menilai bahwa dana itu tak sesuai arah pembangunan ekonomi antara pusat dan daerah. Dari sisi regulasi, dana aspirasi juga bertentangan dengan beberapa undang-undang.
Yaitu UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, UU Perencanaan Penganggaran, UU Otonomi Daerah, serta UU Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Lalu dana bantuan keuangan partai politik. Apung melihat, juga belum efektif peruntukannya. APBN seharusnya digunakan untuk membiayai belanja publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan pangan sebagai prioritas. Apalagi APBN-P 2015 mengalami defisit 1,9 persen atau mencapai Rp 220 triliun. APBN 2016 bahkan disinyalir akan mencapai defisit 2,2 persen.
Untuk menutupi minus itu, solusinya akan diambil dari dana utang luar negeri senilai hampir Rp 150 triliun. Di sini, Apung menilai, bahwa jelas dana bantuan keuangan partai politik belum mendesak dan dibutuhkan.
"Berkaca pada 2 masalah itu, maka Fitra menuntut DPR agar lebih terbuka matanya, lebih objektif dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan sendiri dan partai politik," ujar Apung.
Lebih lanjut Apung menerangkan, saat ini jelas DPR begitu dominan menekan pemerintah untuk mencairkan dana-dana politik itu secara legal, alias yang tak bertentangan dengan peraturan. Padahal, di satu sisi, sistem perencanaan APBN versi pemerintah juga masih banyak celah terhadap penyimpangan.
"Jika ini tidak diperbaiki pemerintah, maka justru akan dimanfaatkan DPR. Menjadi celah terjadinya transaksional untuk dana-dana politik tadi," ujar Apung.
Karena itu, Fitra menantang DPR untuk lebih baik membuat APBN 'Alternatif' 2016 dengan prioritas dan kebutuhan serta kepentingan rakyat. Bukan untuk kepentingan pribadi dan golongannya.
"DPR jangan hanya memanfaatkan RAPBN 2016 sebagai ruang transaksional ekonomi politik. Tapi lebih baik membuat APBN 'Alternatif' 2016," tukas Apung. (Ali/Ans)
Fitra Desak DPR Buat RAPBN 2016 yang Pro-Rakyat
Fitra menilai terdapat gejala kuat adanya 'perampokan' secara sistematis dalam RAPBN 2016 untuk dana politik.
diperbarui 28 Jun 2015, 22:34 WIBRuang Sidang DPR.
Advertisement
Advertisement
Advertisement
POPULER
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Berita Terbaru
Sesi Wawancara 20 Capim dan 20 Dewas KPK Hari Ini Selesai
Ada Tim 9 PDIP, Pendamping Tim Pemenangan Yang Menolak Pragmatisme Politik
Tertinggi, BUMI Produksi 37,7 Juta Ton Batu Bara di Semester 1 2024
Pesta Kembang Api Tutup PON Aceh-Sumut 2024, Menpora Soroti Sukses dan Kekurangan
Kompolnas Apresiasi Polri Tangkap Pembunuh Gadis Penjual Gorengan di Pariaman
Deklarasi Damai, Upaya Menangkal Gangguan Keamanan Pilkada Sulteng
Nonton Dinner Mate di Vidio: Drama Korea yang Diperankan oleh Artis Seo Ji-hye
Tanda Tanya Kevin De Bruyne di Laga Manchester City vs Arsenal
Kuasa Hukum Menyambut Baik Putusan Bawaslu Tapsel
PON Aceh-Sumut 2024 Resmi Ditutup, Jawa Barat Juara Umum
5 Makna Mimpi Suami Kembali ke Mantan Istrinya, Dianggap Sebagai Ilusi Buruk
Tol Trans Jawa Jadi Nadi Baru Ekonomi, Mengubah Pola Migrasi dan Kehidupan Masyarakat