Liputan6.com, Jakarta - Sudah tepat sebulan, Indonesia dijatuhi sanksi oleh FIFA. Sejak 30 Mei lalu, seluruh kegiatan timnas sepak bola, futsal, klub, hingga program pembinaan yang sudah dijadwalkan AFC dan FIFA harus terhenti.
PSSI disanksi karena melanggar statuta FIFA Pasal 13 dan 17 terkait intervensi pemerintah. Selama masa hukuman, PSSI kehilangan hak keanggotaan seperti tertuang dalam Pasal 12 ayat 1 statuta FIFA.
Lantas, bagaimana upaya dari PSSI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) agar sanksi segera dicabut? Keduanya belum juga duduk bersama membahas solusi atas sanksi dari otoritas tertinggi sepak bola dunia itu.
Dalam 30 hari selama sanksi, kedua pihak yang tengah berseteru tersebut memilih jalannya sendiri-sendiri dahulu. Liputan6.com telah merangkumnya untuk pembaca, bagaimana keseriusan Kemenpora dan PSSI pada sanksi FIFA ini sesuai kronologi.
Advertisement
Pra-Sanksi
Dua hari jelang turunnya SK Menpora No. 01307 tentang sanksi administratif kegiatan keolahragaan PSSI, Menpora Imam Nahrawi yakin benar Indonesia tak bakal diberi sanksi oleh FIFA. Pasalnya Menpora merujuk pada dualisme PSSI dan liga pada 2013 silam lebih parah dari kondisi sepak bola saat ini.
"Jika FIFA menjatuhkan sanksi ke Indonesia, kalau itu jadi pilihan FIFA, ya lihat saja nanti. Kalau pihak FIFA tidak percaya kepada pemerintah kita, ya kita pikirkan berikutnya langkah-langkah mendatang. Sedang kami pikirkanlah, sedang kami rencanakanlah semuanya," terang Imam saat ditemui Liputan6.com di Kantor Kemenpora, Jakarta, 15 April 2015.
Kemenpora sempat ingin menemui FIFA untuk menjelaskan detail tujuan mereka membuat tim Transisi pasca SK No. 01307, namun FIFA menolak untuk bertemu karena akan menggelar Kongres FIFA.
"Tanggal 20 Mei, Kemenpora sudah kirim surat ke FIFA mengenai kehadiran Tim Transisi. Tanggapan mereka cukup cepat, dua hari kemudian kami langsung dapat balasannya," ujar Deputi V Bidang Harmonisasi dan Kemitraan Kemenpora, Gatot S Dewa Broto di media center Kemenpora, Senin (25/5).
"Dalam surat balasan itu, FIFA memang tidak menerima tim Kemenpora. Tapi kami akan tetap berusaha untuk melakukan pertemuan dengan FIFA terlebih dulu," pungkas Gatot.
Pada 30 Mei lalu, FIFA tetap mengeluarkan pernyataan terkait hukuman mereka kepada sepak bola Indonesia. Baik Kemenpora dan PSSI tak bisa berbuat apa-apa.
Advertisement
Pasca Sanksi
Sanksi akhirnya turun pada 30 Mei saat perwakilan PSSI masih berada di Zurich, Swiss, untuk menghadiri Kongres FIFA. PSSI berkesempatan melobi agar Timnas Indonesia U-23 tetap bisa bermain di SEA Games 2015 Singapura.
"Kami meminta FIFA tetap mengizinkan Timnas U-23 bermain di SEA Games 2015 di Singapura, dan itu menjadi event sepak bola terakhir yang bisa diikuti. SEA Games juga bukan agenda resmi FIFA dan AFC," terang La Nyalla pada Sabtu (30/5) sore dalam wawancara langsung sebuah siaran televisi.
Sanksi FIFA juga secara tak langsung bedampak pada prestasi Evan Dimas dkk di SEA Games 2015 lalu. Sempat tumbang 2-4 di pembukaan fase grup melawan Myanmar, Indonesia pulang tanpa membawa medali di cabor sepak bola.
Pertandingan Timnas U-23 hanyalah penutup dari batalnya sekian pertandingan internasional yang dimiliki Indonesia. Pada 11 Juni, timnas senior seharusnya bermain di Kualifikasi Piala Dunia 2018 Zona Asia menghadapi Taiwan, namun tak jadi digelar.
Selain itu, kursus pelatih sepak bola Level C AFC gelombang kedua yang dijadwalkan AFC pada 1-13 Juni juga dibubarkan. Belum lagi Indonesia harus menarik wakilnya di Piala AFC Putri U-14 atau AFC U-14 Girls Regional Championship 2015 Vietnam.
Pencapaian Indonesia secara keseluruhan di pesta olahraga se-ASEAN itu sekaligus kisruh Menpora dan PSSI menjadi perhatian Komisi X DPR RI. Dalam rapat kerja bersama Menpora pada 10 Juni, Komisi X mendesak PSSI dan Menpora untuk duduk bersama membahas kompetisi yang terhenti dan sanksi FIFA.
Hasilnya di luar dugaan. Pertemuan antara Kemenpora dengan PSSI berlangsung pada Selasa (23/6) siang WIB namun ternyata mantan Ketua Umum PSSI, Djohar Arifin Husin, yang hadir sebagai representasi PSSI.
Akhirnya, Komisi X DPR RI dan Kementerian Pemuda dan Olahraga batal menggelar Rapat Kerja pada Rabu (24/6) siang WIB. Dalam rilis pers yang diterima wartawan, Komisi X DPR memandang Menpora RI, Imam Nahrawi, tidak memiliki niat baik dan mengabaikan hasil keputusan raker tanggal 10 Juni lalu.
"Sampai waktunya tidak dilaksanakan keputusan DPR, dalam pembahasan APBN nanti maka Komisi X akan mengevaluasi anggaran di Kemenpora. Kita kaitkan prestasi SEA Games yang melorot di 2015. Padahal targetnya nomor 2. Karena itu hak DPR melakukan evaluasi penganggaran karena fungsi pengawasan tidak dihiraukan," kata anggota Komisi X, Ridwan Hisyam.
Sebagai penutup tepat sebulannya Indonesia disanksi FIFA, timnas futsal menjadi korban terakhir. Mereka juga harus menahan hasrat untuk bisa menunjukkan bakat terbaik mereka di ajang AFC Futsal Championship 2015, yang akan digelar 8 – 18 Oktober 2015 di Bangkok.
Turnamen-Turnamen
Ketidakjelasan turnamen yang bakal diselenggarakan kedua pihak yang berseteru bermula dari inisiasi PT Liga Indonesia menggelar QNB Championship Cup 2015 sebagai pengganti kompetisi yang terhenti. Turnamen ini batal digelar 10 hari sebelum sanksi FIFA turun karena sulitnya mendapatkan izin keramaian dari kepolisian.
Kedua, Tim Transisi Menpora menggagas dua turnamen yang diharapkan publik bisa membayar kekecewaan akibat batalnya QNB Championship Cup. Turnamen tersebut adalah Piala Kemerdekaan serta Piala Panglima TNI.
Lewat jumpa pers PSSI pada 26 Juni lalu, Direktur Pengembangan sepakbola PSSI, Tommy Welly mengakui sejumlah klub-klub Divisi Utama baru saja melaporkan kepada PSSI telah menerima undangan agar mengikuti turnamen yang diselenggarakan Tim Transisi Menpora. Turnamen itu menurut rencana digelar pertengahan Juli.
Sementara itu, Direktur Legal PSSI, Aristo Pangaribuan menjelaskan PSSI perlu mengingatkan seluruh klub agar terhindar dari masalah hukum. Terlebih, Tim Transisi tidak memiliki kekuatan hukum pasca putusan PTUN.
"Kami merasa berkewajiban untuk menyikapi undangan melihat keberadaan tim transisi. Mereka sudah tidak punya legal standing lagi karena ada PTUN No. 92/2015 sampai ada keputusan tetap," kata Aristo kepada wartawan.
Sidang lanjutan gugatan PSSI terhadap SK Menpora No. 01307di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada Senin (30/6) kemarin memasuki babak baru. Fakta pertama dari saksi Kemenpora, Kusnaeni tentang aspek penilaian BOPI dalam melakukan verifikasi klub-klub ISL. Selain tak merujuk pada FIFA Licensing Regulation dan AFC Licensing Regulation, penilaian juga diakui Kusnaeni dilandasi hukum positif yang berlaku di Indonesia.
Kedua, saksi Kemenpora lainnya, Nur Ali yang mengakui PSSI sudah mengajukan pengesahan kepengurusan La Nyalla M. Mattalitti sejak awal Mei 2015. Namun, surat pengesahan kepengurusan PSSI tak bisa dikeluarkan Kemenkumham akibat SK Menpora. (Jong/Ary)
Advertisement