Liputan6.com, Jakarta - Bursa saham China sempat bergerak perkasa seiring pemerintah China membuka pasar saham untuk investor asing. Partisipasi investor ritel domestik pun turut mengangkat indeks saham.
Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama. Bursa saham China menurun 20 persen selama dua minggu terakhir. Penawaran saham perdana yang marak terjadi ditambah regulator menggunakan pasar saham untuk mendukung ekonomi melambat telah menekan bursa saham China.
Advertisement
Indeks saham utama China pun turun 7 persen pada Jumat 26 Juni 2015. Penurunan itu terbesar sejak krisis keuangan global. Melihat kondisi itu, bank sentral China memotong bunga dan persyaratan cadangan bank pada Sabtu 28 Juni 2015. Langkah itu dilakukan untuk memulihkan kepercayaan investor di pasar saham.
Namun penurunan indeks saham terus berlanjut. Pada perdagangan saham 29 Juni 2015, Indeks saham China/SSE merosot 3,34 persen ke level 4.053,03. Sedangkan indeks saham Hong Kong Hang Seng susut 2,61 persen menjadi 696,89. Tekanan ini terjadi lantaran pelaku pasar khawatir terhadap penyelesaian krisis utang Yunani.
"Pemerintah tampaknya ingin mempertahankan pasar terus positif untuk mendukung pasar modal dan mengurangi ketergantungan pada pinjaman bank," tulis Analis Standard Chartered dalam sebuah catatan kepada klien yang dikutip dari Reuters, Selasa (30/6/2015).
Indeks saham telah naik 150 persen sejak November 2014. Kenaikan itu dipicu dari pertumbuhan ekonomi dan harga properti yang tergelincir. Regulator pun mencoba memanfaatkan kesempatan dari itu untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
China mendorong perusahaan untuk mengumpulkan dana segar dari pasar modal dengan menawarkan valuasi tinggi baik melalui penawaran saham perdana dan pasar sekunder. Dengan langkah itu China dan mendukung pertumbuhan ekonomi dan mengurangi spekulasi atas ekses likuiditas yang mengalir ke pasar melalui lonjakan pembiayaan marjin.
"Regulator telah mencoba untuk memandu pasar, mendorong investasi, dan "mendinginkan" pasar," kata salah seorang manajer investasi.
Sementara itu, aksi jual yang sempat terjadi juga didorong dari transaksi margin. "Banyak investor yang saya tahu saham dibeli dengan menggunakan fasilitas margin dengan sedikit uang tunai yang tersisa di rekening mereka," ujar Zhang Chen, Analis Hongyi Investment.
Akan tetapi tindakan menyeimbangkan itu membuat indeks saham China terjun bebas. Pada penutupan perdagangan Jumat kemarin, indeks saham Shanghai anjlok 7,4 persen. Indeks saham CSI300 melemah 7,9 persen, dan penurunan terbesar sejak Juni 2008. Secara keseluruhan, bursa saham China telah melemah 20 persen dari puncaknya di awal Juni.
Selain banjir penawaran saham perdana, aksi jual dilakukan investor juga menekan indeks saham terutama kekhawatiran terhadap utang margin.
Mulai 14 Juni 2014, regulator bursa China/China Securities Regulatory Commission (CSRC) mengizinkan 24 penawaran saham perdana/initial public offering (IPO). Hal ini untuk menaikan kapitalisasi pasar sekitar US$ 6,5 miliar.
Pelaku pasar pun tidak begitu optimistis terhadap bursa saham China. Dalam sebuah laporannya, Morgan Stanley menyarankan klien untuk menahan diri membeli saham dari bursa saham China. Sedangkan, analis BlackRock Inc, Credit Suisse Group AG, dan Bank of America Corp memperingatkan kalau bursa saham China alami gelembung. (Ahm/Igw)