Liputan6.com, Jakarta Konflik yang terus berkecamuk di Yaman memiliki dampak yang menghancurkan pada sistem kesehatan negara Timur Tengah dan telah membuat jutaan anak terpajan banyak penyakit, kondisi yang sebenarnya bisa dicegah.
Jutaan anak di negara yang dicabik pertempuran itu menghadapi risiko terserang penyakit di tengah gangguan layanan vaksinasi, kata Dana Anak PBB (UNICEF) di dalam siaran pers pada Selasa (30/6).
Advertisement
Sementara kekurangan listrik dan bahan bakar memengaruhi kemampuan pusat kesehatan untuk memberi layanan kesehatan, banyak orang tua juga sangat takut membawa anak untuk divaksin akibat pertempuran yang meningkat tajam.
Akibatnya 2,6 juta anak usia di bawah 15 tahun kini terancam terserang campak, penyakit yang berpotensi mematikan yang menyebar dengan cepat pada saat konflik dan pengungsian warga, kata UNICEF.
Jumlah anak yang terpajan Infeksi Pernafasan Akut juga tampaknya meningkat jadi 1,3 juta akibat kekurangan vaksin, seperti dikutip Xinhua, Kamis (2/7/2015). Sementara itu, lebih dari 2,5 juta anak masih terancam diare akibat tak tersedianya air yang aman, kondisi kebersihan yang buruk dan kurangnya akses ke Cairan Rehidrasi Oral, dibandingkan dengan 1,5 juta anak sebelum konflik, kata badan dunia tersebut.
Tekanan kemanusiaan yang ditimbulkan oleh konflik Yaman hanya menambah parah penderitaan yang sudah merebak akibat konflik. PBB telah melaporkan ribuan orang di negeri itu telah tewas dan cedera oleh serangan udara dan pertempuran darat dalam tiga bulan terakhir saja, sementara lebih dari satu juta orang telah meninggalkan tempat tinggal mereka.
Dengan latar belakang kondisi semacam itu, survei gabungan yang belum lama dikeluarkan oleh Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP) mengkonfirmasi enam juta orang di negeri tersebut terjerumus ke dalam kelaparan parah dan kini memerlukan bantuan pangan darurat serta bantuan penyelamat nyawa, naik tajam dari kuartal terakhir 2014.
Selain warga yang menghadapi kondisi "darurat" rawan pangan, lebih dari 6,5 juta orang dikategorikan menghadapi kondisi "krisis" ketidak-amanan pangan.