Liputan6.com, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengungkapkan pembangunan sarana transportasi Light Rail Transit (LRT) masih buntu hingga kini.
Hal itu disebabkan dua investor utama yaitu PT Adhi Karya (Persero) dan PT Jakarta Propertindo yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMN) DKI Jakarta tidak sinkron dalam penyelenggaraan studi kelayakan (Feasibility Study).
Advertisement
Ahok menjelaskan dari hasil FS Jakpro, pengoperasian LRT dengan harga tiket murah sekitar Rp 15 ribu tidak akan menguntungkan perusahaan jika perusahaan harus dibebani pembangunan jalur LRT nya juga.
"Tapi yang satu pihak yang lucunya perbedaan di Adhi Karya, dia mau minjam di bank, bangun semua, dia ngaku visibel, ini tidak ketemu," kata Ahok saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (2/7/2015).
Karena itu, Ahok meminta kepada Jakpor dan Adhi Karya untuk berdiskusi demi melakukan sinkronisasi pelaksanaan FS tersebut, sebelum nantinya diserahkan ke dirinya dan Menteri BUMN.
Dalam rapat pembangunan LRT di Kementerian BUMN tersebut, Ahok juga menawarkan perjanjian kepada Adhi Karya. Perjanjian tersesbut jika Adhi Karya dalam pengoperasian LRT nantinya tidak untung, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov) yang memiliki wewenang untuk menyita LRT untuk kemudian dioperasikan oleh Pemprov DKI, bukan menjadi wewenang bank selaku pemberi pinjaman dana.
"Tadi saya minta persyaratan itu, dan dia tidak bisa jawab juga, ya sudah," tegas Ahok.
Ahok mencontohkan, jika perusahaan nantinya mampu untung dalam pengoperasian LRT meski dengan harga tiket yang murah, maka yang bertanggung jawab pembangunan jalur relnya adalah pemerintah. (Yas/Ahm)