Liputan6.com, Jakarta - Elesta Apriliana Wulansari mengagumi Kartini, sosok dengan pemikiran radikal di zamannya, yang menjadi pelecut emansipasi perempuan Indonesia.
"Aku suka cara pandang Ibu Kartini mengenai emansipasi wanita. Bukan cuma cowok, tapi cewek juga bisa," kata pilot maskapai Trigana Air itu kepada Liputan6.com.
Baginya, kecantikan seorang perempuan bukan dari dandanan atau pakaian mahal yang disandang. "Kalau soal kecantikan, buat saya nggak terlalu penting. Cewek cantik itu bukan dari dandanan, tapi yang pintar dan kariernya bagus," kata gadis kelahiran Brebes itu.
Profesi penerbang yang dipilih Elesta, masih didominasi para pria, terutama di Indonesia. Hanya sedikit kaum hawa yang menggelutinya.
Namun, meski awalnya iseng, Elesta justru mensyukuri jalan hidupnya itu. "Nggak sia sia aku belajar terbang dengan pesawat besar, nambah ilmu. Bisa kerja di airlines," kata pilot yang telah mencatatkan 2.500 jam terbang. "Enak, bisa jalan-jalan gratis juga."
Advertisement
Gara-gara jadi pilot juga, ia punya lauk kesukaan untuk mendampingi makanan kegemarannya, nasi uduk: semur jengkol.
"Makanan paling suka itu nasi uduk. Nah iya, dengan semur jengkolnya juga. Tapi aku baru-baru ini suka jengkol karena pramugariku hobinya beli itu. Di rumah haram, nggak boleh sama sekali makan jengkol dan petai," kata dia. Saat kecil, Elesta pernah bercita-cita jadi penjual nasi uduk dan tukang pop ice.
Sebagai penerbang, Elesta punya keinginan terpendam: ingin terbang dengan pesawat tempur.
"Kayaknya lebih memacu adrenalin pakai seragam dan kacamata. Ganteng aja. Sebenarnya angan-angan, tapi kalau bisa direalisasikan saya mau realisasikan itu," kata dia.
Jet tempur jenis apa yang ingin ia kemudikan. Elesta dengan semangat menjawab, "Pesawat Sukhoi!"
Selanjutnya: Hobi Balapan Liar...
Hobi Balapan Liar
Hobi Balapan Liar
Elesta mengaku, kegiatan yang memacu adrenalin adalah kesukaannya sejak remaja. "Kalau hobi balapan itu dulu waktu SMA. Aku senang balapan motor, balapan motor liar di Jatinegara di daerah Bekasi," kata dia.
Suatu ketika, saat balapan itu, ia terjatuh. "Kepalaku kena pembatas jalan. Helm aku pecah. Tapi tiga hari kemudian aku mimisan dan nggak berhenti-berhenti. Ternyata ada memar di dalam. Agak kapok juga," kata gadis yang akrab dipanggil Nana itu.
Motornya hancur parah. Ia pun tak berdaya, makan disuapi, ke kamar mandi pun harus ada yang menemani. "Waktu itu kecepatan motor saya 140 km/jam dan lagi taruhan sama teman saya cowok. Taruhannya itu motor, motor Ninja aku itu."
Elesta juga punya keinginan lain: mengenakan jilbab. Biasanya, saat terbang di Bulan Ramadan, ia mengenakan hijab.
"Mau dan pengen banget pakai jilbab. Tapi sebenarnya di company masih jadi polemik, pilot boleh berjilbab atau nggak," kata dia.
Elesta memilih menunggu sampai ada aturan jelas soal itu. "Kalau sudah pakai (jilbab) tapi kerja nggak pakai malah, sayang setengah setengah gitu kan," kata dia.
Perempuan yang kali pertama terbang pada usia 17 tahun itu menyerukan pada sesama gadis muda untuk tidak takut gagal sebelum mencoba. "Harus percaya diri dan percaya kemampuan diri sendiri," kata dia. "Jangan dengar perkataan orang lain yang meragukan kita, tapi buktikan ke mereka kalau kita bisa." (Ein/Ado)
Advertisement