Penolakan Tukar Guling Saham Mitratel Dipertanyakan

Penolakan tukar guling saham diungkapkan Komisi VI DPR RI saat menggelar Rapat Dengar Pendapat dengan Direktur Utama PT Telkom, kemarin.

oleh Liputan6 diperbarui 03 Jul 2015, 18:41 WIB
Telkom Indonesia

Liputan6.com, Jakarta - Aksi korporasi tukar guling saham (share swap) PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), anak perusahaan PT Telkom, dengan PT Tower Bersama (TBIG) menuai perhatian banyak pihak, salah satunya analis. Terbaru, anggota dewan menyatakan penolakan atas aksi korporasi ini.

Penolakan ini pun dipertanyakan analis pasar modal. "Kita berharap transaksi share swap bisa terjadi. Dari awal kita mempertanyakan apakah pihak-pihak ini mengerti atau tidak dengan mekanisme share swap tersebut,” kata Reza Priyambada, Head of Research NH Korindo Securities di Jakarta, Jum’at (3/7/2015).

Penolakan tukar guling saham diungkapkan Komisi VI DPR RI saat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Direktur Utama PT Telkom pada Kamis (2/7/2015).

Beberapa hari sebelumnya, Menteri BUMN Rini Soemarno, menyatakan Dewan Komisaris Telkom secara lisan juga menyatakan kepadanya tentang pembatalan rencana tukar guling saham Mitratel.

Hal ini yang menjadi pertanyaan Reza, karena dia menilai alasan penolakan terhadap rencana tukar guling saham Mitratel dengan TBIG tidak jelas.

“Apa alasan penolakannya?. Kalau misalnya ada potensi kerugian atau korupsi. Semua transaksi ada potensi kerugian, tidak hanya terjadi pada aksi jual beli saham itu. Kalau semua transaksi dianggap berpotensi korupsi, tidak ada transaksi. Kalau tidak ada transaksi, perusahaan tidak bisa ekspansi,” jelas dia.

Dia menambahkan, ekspektasi pasar terhadap langkah korporasi ini sudah tinggi. Ibaratnya, begitu ada berita rencana aksi share swap tersebut, pasar berharap kinerja Telkom akan meningkat.

“Dengan adanya ekspektasi tersebut, kita masuk melakukan aksi beli saham Telkom. Kita akan mengakumulasi saham dengan harapan akan ada peningkatan. Begitu transaksi dibatalkan kita kecewa, akhirnya dijual semua saham. Ketika pelaku pasar melakukan aksi menjual, yang terjadi adalah harga saham akan turun. Jadi pengaruhnya ke sentimen, ekspektasi pasar,” kata dia.

Reza menyayangkan anggapan orang bahwa share swap Mitratel berarti menjual menara ke TBIG, jual aset, transaksinya merugikan Telkom.

Menurut dia, sebenarnya ini tidak merugikan, karena Telkom punya opsi untuk menambah kepemilikan di TBIG. Jadi secara langsung TBIG akan jadi milik Telkom dan positifnya bisa menambah kinerja.

“Kalau Telkom maintain sendiri menaranya, itu tidak efisien, karena penyewa menara Mitratel cuma Telkom. Sementara di TBIG satu menara bisa dipakai oleh beberapa oprator, biaya operasionalnya bisa dibagi. Kalau misalnya Telkom menguasai menara, itu juga tidak efisien karena beban operasionalnya justru banyak ditanggung oleh Telkom,” tambah dia.

Apalagi dengan share swap tersebut Telkom punya opsi untuk kepemilikan di TBIG. Jadi dengan transaksi itu Telkom akan menguasai TBIG. Itu dinilai lebih baik karena nanti kinerja dari TBIG, merupakan hasil penyewaan-penyewaan menara TBIG dengan operator yang lain nanti ada bagian yang bisa diambil Telkom.

Dalam forum Rapat Dengar Pendapat depan anggota Komisi VI DPR, Direksi PT Telkom memaparkan beberapa keuntungan transaksi Mitratel yang akan didapat bagi masyarakat, pelanggan dan industri di Indonesia.

Misalnya aksi korporasi tersebut bertujuan untuk mendukung pencapaian kapitalisasi pasar Telkom, perusahaan BUMN yang menjadi salah satu ikon bursa saham Indonesia dan menjadikannya tetap menarik bagi investor dan masyarakat.

Keuntungan kedua, dapat mendorong industri yang lebih sehat dan efisien dengan infrastruktur (tower) sharing. Dan ketiga, dengan industri yang sehat, operator telekomunikasi akan lebih fokus pada bisnis intinya dan berkompetisi secara positif untuk meningkatkan layanan, sehingga akan memberikan keuntungan bagi pelanggan dan masyarakat.(Nrm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya