Liputan6.com, Jakarta Hidup di dunia modern, rasanya tidak mungkin tanpa listrik dan Wi-fi. Tapi bagi wanita ini, gelombang elektromagnetik justru bisa mengancam jiwanya.
Jackie Lindsey (50) mengatakan dirinya menderita alergi listrik atau hipersensitivitas elektromagnetik (EHS) yang membuatnya bisa meninggal ketika terpapar listrik atau sinyal ponsel, termasuk Wi-fi.
Akibatnya, dia pun membuang semua produk listrik di rumahnya dan menggunakan lilin untuk cahaya dan menggunakan gas untuk memasak. Dia pun cenderung menggunakan pakaian seperti peternak lebah bila ingin keluar rumah. Dan selalu membawa perangkat elektromagnetik (EMF) untuk mengukur arus magnetik di udara.
"Delapan tahun lalu saya hidup normal. Hingga saya menderita gejala neurologis seperti pusing, nyeri di mata dan mati rasa di tangan. Tapi tidak ada penjelasan medis. Hingga akhirnya saya melakukan percobaan sendiri dan tiga tahun lalu menemukan kondisi ini," katanya, seperti dikutip Dailymail, Minggu (5/7/2015).
Saking takutnya dengan paparan gelombang elektromagnetik, Lindsey menjual rumahnya dan membeli rumah di pedesaan di Wimborne, Dorset yang jauh dari tetangganya.
"Banyak orang menganggap saya gila. Tapi ini serius, saya kehilangan banyak teman dan keluarga karena mereka tidak memahaminya. Saya bahkan kecewa dengan dokter saat dianggap stres," katanya.
"Saya telah kehilangan segalanya dan merindukan semua hal. Saya tidak bisa berlibur dan merasa sedih saat Natal. Saya ingin begabung dalam pesta, tapi saya tidak bisa," ungkapnya.
Badan Jaminan Kesehatan Inggris, NHS mencatat, kondisi seperti Lindsey kini mulai dikeluhkan sejumlah orang. Mereka memprediksi ada 4 persen warga Inggris yang mengalaminya. Gejalanya vertigo, sulit tidur, intoleransi pencernaan, ruam dan detak jantung tidak teratur.
Advertisement
Dalam beberapa kasus, penderita dapat merasakan efek syok anafilaksis bila seseorang menggunakan smartphone dalam jarak dekat. Meski kondisi ini langka tapi sejumlah dokter mulai meneliti hal tersebut.