Presiden Jokowi Bakal Prioritaskan Energi Baru Buat Listrik

Ketergantungan Indonesia pada sumber energi fosil dalam membangkitkan listrik selama ini harus bergeser dengan menggunakan energi baru.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 05 Jul 2015, 12:24 WIB
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Karaha Unit 1 berkapasitas 1x30 MW di PLTP Karaha Bodas, Tasikmalaya, Jawa Barat, Sabtu (19/4). (REUTERS/Beawiharta)

Liputan6.com, Bandung - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta kepada seluruh jajaran menteri dalam Kabinet Kerja untuk memprioritaskan pembangunan pembangkit listrik yang menggunakan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Salah satu energi baru dan terbarukan yang layak dikembangkan di Indonesia adalah energi panas bumi.

Jokowi menjelaskan, potensi listrik yang bisa dihasilkan dari energi panas bumi di Indonesia mencapai 28 ribu Mega Watt (MW). Namun sayangnya, sampai saat ini pengembangan energi tersebut belum maksimal karena memang belum banyak yang fokus untuk mengembangkannya.

"Ada potensi pengembangan energi geothermal dengan kapasitas mencapai 28 ribu MW di seluruh Indonesia. Ini sangat ramah lingkungan tapi kita tidak pernah fokus ke geothermal ini. Selain itu masih ada energi lain yang bisa dimanfaatkan seperti angin, ombak, matahari dan biomassa, " kata Jokowi saat meresmikan Pembangkit Listrik tenaga Panas Bumi (PLTP) Kamojang Unit 5 Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (5/7/2015).

Jokowi melanjutkan, agar pengembangan energi baru dan terbarukan di Indonesia bisa gencar, dirinya telah meminta kepada Menteri Koordinator Bidang perekonomian dan Kemaritiman, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk memprioritaskan pengembangan energi ramah lingkungan tersebut sebagai sumber energi listrik.

"Sehingga secara khusus hari ini saya perintahkan Menko, Menteri BUMN dan Menteri ESDM agar ke depan bisa mengembangkan pembangkit listrik yang ramah lingkungan. Pembangkit tersebut harus diberi prioritas karena memiliki kekuatan dan potensi," tuturnya.

Ketergantungan Indonesia pada sumber energi fosil dalam membangkitkan listrik selama ini harus bergeser dengan menggunakan energi baru dan terbarukan. Meski saat ini program listrik 35 ribu MW mayoritas masih mengandalkan energi fosil, namun ke depannya harus berubah.

"Target 35 ribu MW memang hampir 90 persen lebih bertumpu pada batu bara. Namun ini harus digeser dan berubah," pungkasnya.

Sebelumnya, Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro mengatakan, nilai investasi yang dikeluarkan oleh Pertamina untuk membangun PLTP Kamojang Unit 5 mencapai US$ 104 juta atau kurang lebih Rp 1,37 triliun (Estimasi kurs: Rp 13.200 per dolar AS). Kapasitas produksi listrik yang bisa dihasilkan oleh PLTP Kamojang mencapai 35 MW.

Wianda menambahkan, PLTP tersebut telah beroperasi secara komersial dengan mengalirkan listrik kepada PT PLN (Persero) pada 29 Juni 2015 pukul 00.00 WIB. "Hal ini menjadi prestasi bagi Pertamina dan PGE karena sukses melakukan COD lebih cepat dua bulan dari kontrak," kata Wianda.

Dalam membangun PLTP Kamojang, PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) tidak sendirian. Anak perusahaan Pertamina yang membidangi usaha panas bumi ini telah menggandeng konsorsium PT Rekayasa Industri dan Sumitomo sebagai pelaksana Engineering Procurement and Construction (EPC) sejak September 2013.

Proyek PLTP Kamojang menjadi salah satu dasar penting bagi Pertamina untuk masuk ke era bisnis total program panas bumi, di mana Pertamina menggarap panas bumi dari uap hingga menjadi listrik untuk selanjutnya dialirkan kepada PT PLN (Persero). "Dengan demikian diharapkan pengembangan panas bumi ke depan akan bisa berjalan dengan lebih cepat lagi,” jelas Wianda. (Pew/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya