Liputan6.com, Jakarta - Apa yang sesungguhnya terjadi di rumah di Jalan Sedap Malam Nomor 26, Sanur, Denpasar, Bali pada 16 Mei 2015 masih menjadi misteri. Hari itulah bocah malang Angeline dilaporkan hilang oleh keluarga angkatnya, penghuni rumah tersebut.
Semua cerita yang beredar baru keluar dari mulut salah satu tersangka pembunuh Angeline, mantan pegawai di rumah itu, Agustinus Tay Hambamay.
Kepada pengacaranya, Agus menceritakan saat dirinya melihat Angeline bersimbah darah. Semua perasaannya kala itu disampaikan kepada penasihat hukumnya.
Juga kepada ibundanya yang jauh-jauh datang dari Sumba, Nusa Tenggara Timur (NTT). Sambil menangis di pelukan sang bunda, Agus mengaku berkata jujur.
Sementara itu belum banyak yang disampaikan ibu angkat Angeline yang juga menyandang status tersangka. Margriet hingga kini pun masih menolak untuk diperiksa.
Berikut pengakuan terbaru dari Agus, tersangka pembunuh Angeline yang dirangkum Liputan6.com, Minggu (5/7/2015):
Selanjutnya: Putri Margriet Datang...
Advertisement
Putri Margriet Datang
Putri Margriet Datang
Sejak bekerja pada 23 April 2015, Agus mengaku hanya 1 kali bertemu dengan putri sulung Margriet Megawe, yakni Yvonne. Pertemuan itu pun baru terjadi pada malam di hari kematian Angeline, 16 Mei 2015.
Seperti diungkapkan pengacara Agus, Hotman Paris Hutapea.
"Agustinus mengatakan kepada saya bertemu Yvonne pada malam hari sesudah Angeline dibunuh," kata Hotman usai mendampingi Agustinus di Mapolresta Denpasar, Bali pada Kamis 2 Juli 2015 lalu.
"Selama 1 bulan bekerja di rumah Margriet. Klien kami tidak pernah melihat Yvonne," imbuh Hotman.
Namun Hotman mengaku tidak mau mengaitkan hal ini dengan pembunuhan Angeline.
Sementara kepolisian tengah menelusuri alasan kedatangan kakak angkat Angeline, Yvonne, ke rumah ibunya pada 16 Mei 2015 lalu.
Selanjutnya: Angeline Bersimbah Darah...
Advertisement
Angeline Bersimbah Darah
Angeline Bersimbah Darah
Penasihat hukum Agus lainnya, yakni Haposan Sihombing mengaku bahwa kliennya menangis ketika melihat Angeline tergeletak bersimbah darah di dalam kamar Margriet Megawe.
Menurut dia, kala itu Agus juga menangis. Haposan mengatakan, pria asal Sumba, NTT itu juga panik saat menemukan Angeline dalam kondisi mengenaskan.
"Saat melihat Angeline tergeletak (bersimbah darah) seperti itu, Agus menangis dan panik," ucap Haposan pada Sabtu 4 Juli 2015 lalu.
Selanjutnya: Kenapa Begini?
Kenapa Begini?
Kenapa Begini?
Agus tak diam saja menyaksikan bocah ayu di hadapannya bersimbah darah itu. Hal itu disampaikan oleh pengacara Agus, Haposan Sihombing.
Haposan menuturkan, kliennya menanyakan kepada Margriet tentang keadaan Angeline kala itu. Menurut dia, Agus sempat menanyakan apa yang terjadi pada bocah 8 tahun tersebut.
"Dia (Agus) tanya, 'Kenapa begini bu?'" kata Haposan menirukan pengakuan Agus.
Meski begitu, Agus tak mendapatkan jawaban.
"Setiap ditanya, Margriet selalu jawab, 'Kamu turuti saja, kamu jangan banyak tanya'," imbuh Haposan.
Selanjutnya: Om...
Advertisement
Om...
Om...
Haposan sang pengacara mengklaim, Agus menyesali perbuatannya. Apalagi ketika dia terkenang momen saat Angeline memanggilnya dengan sebutan om.
"Agus menyesali perbuatannya. Kenapa waktu itu dia mau begitu saja membantu menguburkan jasad Angeline," ucap dia.
"Yang tidak dilupakan Agus kepada Angeline. Bahkan, Agus mengaku dia tidak bisa melupakan Angeline ketika dipanggil 'om'," beber Haposan.
Selanjutnya: Di Pelukan Ibu...
Di Pelukan Ibu
Di Pelukan Ibu
Kandokang Madik dan Hiwa Hawadoru, ibu serta kakak kandung Agus dipulangkan ke kampung halaman mereka di Sumba, NTT setelah selama 2 pekan mereka berada di Bali untuk membantu penyelidikan kasus pembunuhan Angeline. Keduanya dipulangkan pada 3 Juli 2015.
Selama 2 pekan berada di Pulau Dewata, hanya 1 kali mereka dapat menjumpai Agus. Meski begitu, Hiwa mengaku, pertemuannya beberapa saat lalu dengan adiknya itu sangat berarti untuk mereka.
Hiwa bercerita, di pelukan ibundanya, Agus lalu menangis.
"Agus menangis di pelukan ibu kami. Agus bercerita jujur bahwa dia tidak membunuh Angeline. Agus menceritakan semua perbuatan dilakukannya," kata Hiwa yang harus mendapat pendampingan untuk mengucapkan bahasa Indonesia itu. (Ndy/Ans)
Advertisement