Liputan6.com, London - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menemukan sembilan pembalut dan tujuh pantyliner berbahaya mengandung klorin. Masyarakat pun resah. Mereka bertanya-tanya apakah klorin benar-benar berbahaya sehingga harus mengganti pembalut yang selama ini digunakan dengan kain biasa?
Pernahkah kita berpikir, sebelum klorin ditemukan di dalam pembalut juga sudah digunakan di dalam air yang setiap hari kita minum? Berbahayakah?
Advertisement
Baca juga : Kemkes: Kadar Klorin pada Pembalut Masih Aman
Klorin juga digunakan sebagai penjernih di air PDAM. Klorin pertama kali digunakan di dalam air minum untuk mengurangi penyakit menular yang ditularkan melalui air satu abad yang lalu di Kota Jersey, New Jersey, Amerika.
Dikutip dari situs Scientific American pada Rabu (8/7/2015) The American Water Works Associatin (AWWA), kelompok dagang yang mewakili PDAM di seluruh negeri mengatakan, klroin telah menyelamatkan banyak nyawa terlebih di Amerika selama seabad ini. Mereka menyebut klorin efektif menghancurkan bakteri yang berpotensi berbahaya dan virus yang menyebar di dalam air.
Meski begitu, tetap saja ada sejumlah pihak yang tidak menyetujui penggunaan klorin di dalam air minum. Penentang menghubungkan paparan berulang untuk melacak jumlah klorin di dalam air dengan insiden yang lebih tinggi dari kanker kandung kemih, dubur, dan payudara.
Masalahnya terletak pada kemampuan klorin untuk berinteraksi dengan senyawa organik di dalam air untuk membuat senyawa trihalomethanes (THMs), yang bila tertelan dapat mendorong pertumbuhan radikal bebas yang dapat merusak atau kerusakan sel-sel penting di dalam tubuh.
Tak hanya di air minum, klorin juga ada di air kolam renang. Bahkan, cukup banyak dari kita yang tanpa sadar telah menelan air di kolam renang. Sakitkah kita? Apakah kita langsung mengidap penyakit berbahaya?