Laporan Keuangan Pemda yang Baik Masih Minim

BPK meminta kesiapan infrastruktur daerah yang maksimal untuk memperbaiki laporan keuangan pemerintah daerah.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 08 Jul 2015, 16:18 WIB
Gedung Badan Pemeriksa Keuangan (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat dari 256 Pemerintah Provinsi, Kabupaten dan Kota hanya 30 persennya yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

"Dari 256 pemerintah Provinsi Kabupaten Kota yang dapat WTP 30 persen pada 2014," kata Kepala Biro Humas dan Kerjasama Internasional BPK, Yudi Ramdan, di Kantor BPK, Jakarta, Rabu (8/7/2015).

Yudi mengungkapkan, Pemerintah Daerah yang mendapat opini WTP masih minim disebabkan oleh belum maksimalnya laporan keuangan instansi tersebut. "Dari RPJMN pada tahun 2014 yang diperiksa 2015, opini laporan keuangan seharusnya 70 persen yang WTP," tutur Yudi.

Yudi menuturkan, laporan keuangan pemerintah juga perlu perbaikan, lantaran sistem pelaporan semakin lengkap dan aktual sehingga membutuhkan infrastruktur pendataan yang optimal.

"Ini harus kami dorong, karena tahun depan sistem akuntansi pemerintah sudah aktual. Jadi pemeriksaan nanti Pemerintah Daerah tidak hanya beri empat laporan keuangan, tapi ditambah tiga laporan keuangan. jadi butuh kesiapan infrastruktur daerah harus maksimal. sebagai bukti komitmen," kata Yudi.

Sebelumnya BPK memberikan opini wajar dengan pengecualiaan atas laporan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2014. Opini yang diberikan tersebut sama pada 2013.

Pemberian opini yang sama disebabkan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014, BPK masih menemukan permasalahan- permasalahan yang belum ditindak lanjuti secara tuntas.

"Sehingga permasalahan signifikan yang menjadi pengecualian dalam opini tahun yang lalu juga masih menjadi pengecualian dalam tahun 2014," kata Yudi.

Permasalahan yang belum dituntaskan tersebut di antaranya, pelaksanaan sensus aset tetap dan aset lainnya kurang tertib dan tidak mencakup seluruh aset tetap yang dimiliki serta kertas kerja koreksi hasil sensus tidak memadai, sehingga saldo aset tetap dan aset lainnya tidak dapat diyakini kewajarannya.

Pencatatan realisasi belanja operasional bukan berdasarkan bukti pertanggungjawaban yang telah diverifikasi melainkan rekapitulasi uang muka yang diberikan bendahara kepada pelaksana kegiatan dan realisasi belanja tidak didukung dengan bukti pertanggungjawaban yang lengkap.

Di samping itu, juga terdapat permasalahan signifikan lain yang menjadi pengecualian dalam tahun 2014, yaitu pengendalian dan pengamanan aset lainnya, kemitraan dengan pihak ketiga senilai Rp 3,58 triliun belum memadai. (Pew/Ahm)

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya