Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) merestui kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) bagi orang Indonesia yang mau menarik dananya dari luar negeri dan di parkir di Tanah Air. Tax amnesty paling cepat bisa dijalankan pada tahun ini dengan tebusan 2 persen sampai 5 persen.
Kepala Staf Kepresidenan RI, Luhut Pandjaitan mengakui kebijakan tax amnesty memicu pro dan kontra. Namun hal ini tidak menyurutkan rencana Presiden Jokowi agar segera merealisasikan program pengampunan sanksi pajak.
Advertisement
"Presiden malah minta tax amnesty dilakukan Agustus ini. Tapi saya bilang tidak realistis. Jadi paling cepat akhir tahun ini, dan kuartal I 2016 paling lambat," tegas dia saat ditemui di Jakarta, Kamis (9/7/2015).
Luhut menuturkan, pemerintah dan DPR telah berkoordinasi untuk menerapkan kebijakan tax amnesty. Pemerintah juga menyiapkan seluruh aturan legal yang akan memuluskan implementasi kebijakan tersebut. "Legal semua kita dorong, jadi bersih," ucap dia.
Saat ini, Luhut menuturkan, pemerintah sedang mengkaji besaran tebusan pajak yang pantas dikenakan para pengemplang pajak yang mengendapkan dananya di luar negeri.
"Kami bicara bunganya antara 2 persen-5 persen, tapi ada yang bilang 2 persen-3 persen. Saya bilang berapa bagusnya, sehingga menarik buat yang mau bawa duitnya ke dalam negeri," terang Luhut.
Sebelumnya Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Sigit Priadi Pramudito menuturkan, akan membuat naskah akademik usulan tax amnesty. Naskah ini akan disampaikan Presiden dan dikoordinasikan dengan pada penegak hukum.
"Terserah nanti apakah inisiatif pemerintah atau DPR. Tapi kami sudah siapkan semua, naskah akademik maupun draft Undang-undangnya," kata Sigit.
Sigit menjelaskan, Presiden belum berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan penegak hukum lain lantaran naskah akademik belum sampai ke tangan Presiden. Sigit mengatakan, akan ada rapat terbatas Kabinet yang membahas mengenai tax amnesty dan disusul dengan rapat kelembagaan bersama KPK.
Dia pun belum dapat memastikan pelaksanaan pengampunan pajak bagi investor yang mau memindahkan dan menyimpan dananya dari luar negeri ke Indonesia.
"Kalau DPR mau memasukkan usulan ini ke Prolegnas 2015, mungkin bisa tahun ini karena pasal-pasalnya tidak banyak. Paling sulit persetujuan dari penegak hukum karena ini bukan ranah kami, tapi ranah Presiden," jelas Sigit. (Fik/Ahm)