Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) berupaya menjaga defisit anggaran pada level aman maupun rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Langkah tersebut diiring dengan strategi pemerintah mengelola utang Indonesia agar tidak bernasib sama dengan Yunani.
Direktur Jenderal Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan mengungkapkan, posisi utang pemerintah pusat hingga Mei 2015 menembus Rp 2.843 triliun. Terdiri dari Rp 2.151 triliun dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN) dan pinjaman senilai Rp 691 triliun.
Advertisement
"Kalau dibagi jumlah PDB Indonesia yang mencapai Rp 11 ribu triliun, berarti sekira 25 persen rasio utangnya terhadap PDB atau pendapatan negara. Rasio itu masih aman dan teratur," ucap dia usai Konferensi Pers di Jakarta, Kamis (9/7/2015).
Adapun beberapa strategi Ditjen Pengelolaan, Pembiayaan dan Risiko dalam mengelola utang, antara lain :
1. Menjaga defisit anggaran di bawah 3 persen, termasuk rasio utang terhadap PDB.
2. Menggunakan utang untuk membangun pertumbuhan ekonomi supaya menciptakan PDB baru dan menambah pendapatan negara.
3. Biaya tingkat imbal hasil harus kompetitif. Jangan salah-salah beli, nanti kemahalan.
4. Portofolio tenor utang harus terkendali. Jatuh tempo jangan terlalu panjang dan pendek. "Kalau tenor terlalu panjang atau lama, yield semakin tinggi. Sedangkan tenor pendek berisiko gagal bayar, ujar Robert.
5. Harus mampu mendiversifikasi basis investor supaya mempunyai banyak pilihan, karena ada investor yang sangat sensitif terhadap berita atau isu-isu di luar negeri atau Amerika Serikat (AS), tapi ada pula yang tidak. Jadi ada kombinasi investor dari dalam dan luar negeri.
6. Pemerintah harus melakukan road show, berbicara dengan investor supaya mereka tahu kondisi perekonomian Indonesia dari pemerintah langsung, bukan dari media. Jangan sampai terjadi miss communication dan menjalin koordinasi dengan investor agar saling mengenal satu sama lain. (Fik/Ahm)